JAKARTA--PELITAKARAWANG.COM-. Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron meminta aparat penegak hukum memproses pelaku penimbun pupuk bersubsidi dan memberikan sanksi hukum yang berat. 

"Saya memberi apresiasi kepada aparat penegak hukum yang berhasil membongkar penimbunan pupuk bersubsidi hingga 700 ton," kata Herman, melalui surat elektronik, Minggu (2/1). 

Menurut Herman, terbongkarnya perembesan dan penyelewengan pupuk dalam jumlah sangat besar bermula dari tertangkapnya kendaraan pembawa pupuk bersubsidi sebanyak 70 ton di perjalanan. Kemudian, ditemukan gudang penimbunan pupuk urea bersubsidi sebanyak 700 ton yang sudah diganti karung kemasan. 

Politisi Partai Demokrat ini menilai penimbunan pupuk ini merupakan tindakan melanggar hukum yang harus ditindak tegas. Herman menengarai penyelewengan pupuk bersubsidi kemungkinan dilakukan didistribusi lini ketiga dan keempat atau di tingkat distributor, agen, dan pengecer. 

Karena itu, kata dia, Komisi IV DPR membentuk panitia kerja pupuk guna mencari tahu penyebab terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi. 

Herman menjelaskan pemerintah pada 2011 telah memberikan subsidi pupuk sebesar Rp17 triliun guna membantu para petani meningkatkan penghasilannya. Pemerintah melalui pabrik pupuk, menurut dia, memproduksi pupuk bersubsidi sebanyak sembilan juta ton, lima juta ton di antaranya adalah pupuk urea. 
Komisi IV Berikan Sanksi Berat untuk Penimbun Pupuk Bersubsidi
"Dari lima juta ton pupuk urea tersebut, kebutuhan petani rata-rata sekitar 4,2 juta ton. Itu berarti masih ada cadangan sekitar 0,8 kita ton," katanya. 

Namun realitasnya, kata dia, pupuk bersubsidi selalu langka dan kalaupun ada harganya sama dengan harga pupuk komersial yang tidak bersubsidi. 

Menurut dia, harga pupuk komersial sekitar Rp5.000,- per kilogram, sedangkan harga pupuk bersubsidi hanya Rp1.600,- per kilogram. 

"Pemerintah memberikan subsidi pupuk sebesar Rp17 triliun pada 2011 guna memberi insentif produksi  kepada petani yang berhak menerimanya agar petani bisa mendapatkan nilai tambah penghasilan," katanya. 

Herman menlai persoalan perembesan dan penyelewengan pupuk bersubsidi ini sangat komplek, sehingga harus diurai hingga clear. Pupuk bersubsidi, kata dia, adalah  barang dalam pengawasan negara yang tentunya harus didistribusikan secara tertutup dengan data penyaluran dan penerima yang akurat. 

"Data penerima didasarkan pada RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) yang seharusnya tepat, berdasarkan nama dan alamat serta selalu dalam pengawasan," katanya. (Ant/ MICOM ) .

www.pelitakarawang.com