PELITAKARAWANG.COM-.Hiruk pikuk riuhnya kampanye calon di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2018 telah berakhir. Semua calon dan para pendukungnya diminta menepi dari hingar bingar aktivitas kampanye. Semuanya diperintahkan konstitusi untuk hening sejenak, di masa tenang jelang hari pencoblosan.


Hanya tinggal hitungan jam, atau Rabu, 27 Juni 2018, Pilkada serentak tahun 2018 akan digelar. Dari 171 daerah yang menggelar hajatan pilkada, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Semua bersiap memilih pemimpin baru bagi daerahnya, menentukan masa depan daerahnya lima tahun mendatang.


Namun, lazimnya sebuah kontestasi politik, ada saja praktik curang dengan menghalalkan segala secara meraih kekuasaan. Terlebih, di masa tenang jelang hari pencoblosan. Para calon berikut tim suksesnya 'diharamkan' melakukan kegiatan yang sifatnya kampanye. Semua atribut kampanye dalam bentuk apapun, juga dilarang.


Larangan tersebut tertera dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 12 tahun 2015, Pasal 49 ayat 1-3 tentang Jadwal, Waktu, dan Lokasi Kampanye, dimana pasangan calon maupun tim sukses dilarang menggelar kampanye dalam bentuk apapun.


Lebih jauh, Peraturan KPU Nomor 12 tahun 2016 sebagaimana diubah dari PKPU Nomor 7 tahun 2015, Pasal 48, juga memuat ketentuan menutup akun resmi media sosial untuk kampanye paling lambat sehari setelah berakhirnya kampanye.


Media massa baik cetak maupun elektronik, termasuk dalam cakupan Peraturan KPU Pasal 52  ayat 4 terkait larangan menayangkan atau menyiarkan iklan rekam jejak calon, partai politik, gabungan partai politik, yang mengarah pada kampanye, menguntungkan atau merugikan calon.


Ihwal sanksi bagi mereka yang melanggar ketentuan-ketentuan di masa tenang pilkada, diatur dalam PKPU Nomor 12 tahun 2006 Pasal 187 ayat 1. Ancamannya pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Kemudian denda minimal Rp200 juta, maksimal Rp1 miliar.


"Saya ingatkan regulasi, sudah atur apa yang boleh dan enggak boleh di masa tenang dan semua harus dukung," kata Ketua KPU Arief Budiman di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu, 23 Juni 2018.


Arief mengingatkan instrumen KPU terkait masa kampanye. Sebab, aturan itu memiliki konsekuensi hukum apabila dilanggar atau tidak dilakukan. Untuk itu, Arief berharap kesadaran para calon dan tim suksesnya untuk tidak menimbulkan kegaduhan di masa tenang.


Para pemilih lanjut Arief, juga diminta bersiap menjelang hari pemungutan suara. Pemilih diimbau segera mencari tahu di mana Tempat Pemungutan Suara yang mencatumkan dirinya, serta menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan pada hari pencoblosan nanti.


"Misal identitasnya, surat pemberitahuan C6-nya agar nanti semua dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik dan dilayani dengan baik," kata Arief.


Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap para penyelenggara Pilkada wajib bersikap jujur, adil dan profesional agar dapat terselenggara Pilkada yang tertib, aman, damai dan bermartabat.


Para pasangan calon, partai politik, dan tim sukses juga hendaknya menciptakan suasana yang kondusif, menjauhkan dari praktik politik kotor seperti kampanye hitam, provokasi, intimidasi,  ujaran kebencian, fitnah, dan politik uang.


"Sehingga rakyat dapat menggunakan hak pilihnya dengan penuh kesadaran, gembira tanpa adanya tekanan dan paksaan," Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi dalam keterangan yang diterima VIVA di Jakarta, Senin, 25 Juni 2018.


Netralitas Aparat

Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto bersama Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian telah menggelar rapat koordinasi terkait pengamanan Pilkada serentak tahun 2018. Rapat dilakukan secara tertutup di Ruang Utama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 25 Juni 2018.


Dalam rapat ini, hadir pula beberapa menteri Kabinet Kerja seperti Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan dan sejumlah pejabat tinggi lainnya.


Rapat koordinasi itu dilanjutkan dengan video conference yang diikuti seluruh Kapolda, Pangdam, Kepala Daerah, KPUD dan Panwaslu se-Indonesia. Dalam rapat tersebut, Wiranto menekankan anggota TNI/Polri dan aparatur sipil negara (ASN), agar bersikap netral di pilkada. "Karena netralitas adalah kunci keberhasilan," kata Wiranto di Mabes Polri, Senin 25 Juni 2018.


Wiranto juga mengarahkan setiap instansi untuk bekerja sesuai aturan yang telah ditetapkan. Di samping itu, Ia meminta seluruh pihak untuk mewaspadai hal-hal yang mencederai penyelenggaraan pilkada. Di antaranya pelanggaran-pelanggaran pilkada seperti serangan fajar maupun potensi konflik pasca pemilu.


"Waspada dan cegah hal-hal yang mencederai pilkada itu. Serangan fajar, senja itu dieleminiasi. Lalu setelah atau purna pemilu," kata dia.


Dari hasil rapat konferensi video yang diikuti seluruh pemangku kebijakan di seluruh Indonesia itu, Wiranto mengungkapkan bahwa pemeriksaan terakhir menjelang diselenggarakannya Pilkada pada 27 Juni 2018 mendatang telah dilakukan. "Dan hasil ya memang anggaran telah siap. Tadi dijamin siap. Logistik siap," ucapnya.

 

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan sudah menyiapkan sanksi bagi anggotanya yang terbukti tidak netral saat pelaksanaan Pilkada. Sanksi tersebut tercantum dalam telegram yang Ia kirimkan ke seluruh Polda se-Indonesia.


Telegram itu juga memuat ketentuan apa yang boleh dan tidak dilakukan anggota Polri. Termasuk aturan terkait dokumentasi data-data hasil pemilu yang tidak boleh didokumentasikan dan dipublikasikan untuk menghindari keberpihakan.


"Saya sudah sampaikan telegram berikut sanksi, di antaranya sanksi ringan, teguran, mutasi, sampai PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat)," kata Jenderal Tito usai video conference dengan seluruh Kapolda di Mabes Polri, Senin, 25 Juni 2018.


Senada, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga mengaku menginstruksikan kepada prajuritnya agar bersikap netral. Setidaknya kata Panglima TNI, sudah ada tiga instruksi yang dia sampaikan kepada anggotanya, agar memegang teguh komitmen netralitas dan tidak terlibat dalam politik praktis.


"Kita bertatap muka dengan seluruh anggota TNI maupun Polri di wilayah-wilayah dan menekankan untuk tetap menjaga netralitas serta sinergitas dalam rangka mensukseskan Pilkada Serentak dan Tahapan Pemilu tahun 2019," kata Panglima TNI di Mabes Polri, Senin, 25 Juni 2018.

 

Selanjutnya, Panglima TNI mengimbau masyarakat untuk mewaspadai upaya gangguan keamanan dari pihak-pihak yang tidak ingin Pilkada berjalan dengan aman dan lancar. Ia juga meminta partisipasi masyarakat untuk melaporkan oknum prajurit TNI yang tidak netral di pilkada.


"Puspen TNI menyiapkan tempat pengaduan. Bagi prajurit yang melanggar akan dijatuhi sanksi yang tegas," tegas Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.


Rawan Kecurangan

Namun demikian, potensi kerawanan pelanggaran pada Pilkada serentak tetap harus diantisipasi di masa tenang seperti saat ini. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat beberapa pelanggaran pilkada yang jamak dilakukan tim atau simpatisan pasangan calon.


Mulai dari alat peraga kampanye yang masih terpasang, pengerahan pemilih, politik uang, hingga potensi terjadinya ancaman atau intimidasi kepada pemilih dalam menentukan pilihan di dalam pemilihan kepala daerah.


Menurut Perludem, kerawanan ini berkaca dari pelaksanaan pilkada tahun 2015 dan 2017. Kerawanan itu tidak boleh terjadi lagi pada pilkada tahun ini yang diikuti oleh 171 daerah dan 17 di antaranya adalah provinsi.


"Dan kepada seluruh elemen pasangan calon kepala daerah yang berkontestasi di dalam Pemilihan Kepala Daerah 2018 untuk dapat menahan diri," kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, Minggu 24 Juni 2018.


Mereka juga meminta Komisi Pemilihan Umum untuk memastikan seluruh logistik seperti surat suara, kotak suara, dan perlengkapan lainnya tidak terlambat, tidak rusak serta cukup sesuai kebutuhan. Persoalan logistik selain menghambat, juga dinilai bisa membuka celah pelanggaran dan ruang kecurangan di dalam proses pemungutan suara.


Berdasarkan laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait peta kerawanan di Tempat Pemungutan Suara atau TPS yang dilakukan sejak 10-22 Juni 2018, serta sejak masa tenang hingga hari ini, tercatat 387.586 TPS yang menjadi titik kerawanan yang mengganggu pelaksanaan Pilkada serentak 27 Juni 2018.


Koordinator Pengawasan dan Sosialisasi Bawaslu M. Afifuddin menjelaskan dari total TPS tersebut, sebanyak 91.979 (24 persen) TPS yang rawan akurasi data pemilih, 80.073 (21 persen) TPS yang rawan penggunaan hak pilih atau hilangnya hak pilih, serta 40.572 (10 persen) TPS yang rawan ketidaktersediaan pemungutan suara untuk pemilihan di rumah sakit dan lembaga pemasyaraktan.


Kemudian, untuk politik uang, titik rawannya terjadi di 26.789 (7 persen) TPS, kampanye atau adanya praktik yang mempengaruhi netralitias pemilihan sebanyak 10.735 (3 persen) TPS, serta kerawanan netralitas KPPS sebanyak 5.810 (1 persen) TPS.


"Ini menjadi pengingat kita untuk memperhatikan TPS yang kita kategorikan rawan," Ujar Afif, saat konferensi pers di kantornya, Senin, 25 Juni 2018.


Sementara itu, terkait daerah-daerah yang menjadi titik kerawanan tertinggi, Afif menyebutkan, diantaranya yakni Papua, disusul Maluku, Kalimantan Barat, maupun Sumatera Utara.


Atas dasar itu, kata dia, Bawaslu telah melakukan rekomendasi serta menyampaikannya kepada jajaran KPU paling bawah, diantaranya merekomendasikan agar KPU menjamin pemenuhan hak pilih terhadap pemilih yang mengalami kendala karena tidak terdaftar padahal memiliki e-KTP.


Kemudian, juga merekomendasikan agar KPU memaksimalkan distribusi Surat Pemberitahuan Memilih (C6) kepada pemilih yang berhak menerimanya, merekomendasikan KPU menjamin nama-nama yang terdaftar di DPT yang tidak memenuhi syarat untuk tidak disalahgunakan, dan merekomendasikan KPU menjamin ketersediaan Surat dimasing-masing TPS untuk menghidari kekurangan jumlah dan kendala distribusi.


Selain itu, juga merekomendasikan KPU memberikan ruang gerak pengawas TPS dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawas. "Dan semua ini sudah kami instruksikan untuk mengingatkan KPU maupun semua pihak termasuk pemilih. Di masa tenang kita juga sudah melakukan patroli pengawasan dan apel siaga," tegasnya.


Karena itu, Afif mengingatkan, agar masyarakat bersedia aktif untuk melaporkan setiap potensi pelanggaran hak pilih dan sebagianya kepada Bawaslu. Dan pelaporannya bisa dilakukan melalui aplikasi Bawaslu.


Sumber:VIVA