PELITAKARAWANG.COM-, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat masih berupaya memulangkan Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Tiongkok. Upaya itu menggandeng Kementerian Luar Negeri.

Direktur Ditreskrimum Polda Jawa Barat Kombes Umar Surya Fana mengatakan setelah berhasil mengungkap kasus tersebut, kini pihaknya fokus untuk memulangkan korban yang berjumlah 11 orang wanita.

"Sebenarnya kalau soal mengungkap kasus sudah selesai, sekarang kita sedang operasi penyelematan," kata Umar di Markas Polda Jawa Barat, Selasa 9 Oktober 2018.

Untuk dapat memulangkan para korban, kata Umar, pemerintah Tiongkok meminta putusan pengadilan di Indonesia. Hal itu dikatakannya setelah menerima informasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Tiongkok.

"Dari KBRI kita di sana menurut mashab hukumnya China, harus ada putusan sela atau putusan final dari pengadilan kita, untuk menyatakan bahwa WNI di sana adalah korban," kata Umar.
Dengan adanya putusan pengadilan, lanjut Umar, pihaknya bisa mengantar para korban ke KBRI dan kemudian menjalani proses untuk pulang ke Tanah Air.

"Nanti dilegalisasi oleh kedutaan China di sini, kita bawa ke KBRI di sana untuk minta ke polisi yang di sana untuk membawa mereka (korban) ke shelter. Operasi penyelamatan ini leadernya tetap Kemenlu, kita hanya bantu saja," ucap Umar.

Tiga orang tersangka tindak pidana perdagangan orang dibekuk pada Juli 2018. Mereka berperan sebagai perantara perdagangan orang dari Indonesia ke Tiongkok. Ketiganya saat ini ditahan di Markas polda Jabar.

Pemulangan korban terkendala karena 11 korban berstatus sebagai istri warga Tiongkok. Pernikana mereka tercatat resmi.

Sementara itu, berdasarkan surat dari Kemenlu yang ditandatangani oleh Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Lalu Muhammad Iqbal tertanggal 28 Agustus menyebutkan, semula korban pada Februari hingga Mei 2015 dipertemukan dengan warga Tiongkok untuk perjodohan di sebuah hotel di Jakarta dengan dikenalkan oleh seorang agen, warga Indonesia dan Guo Changsan, warga Tiongkok.

Setelah mendapat persetujuan dari pihak perempuan, pihak laki-laki membayar sejumlah uang kepada pelaku. Selanjutnya, antara April-Mei 2018, korban berangkat ke Tiongkok bersama para pasanganya kemudian mendaftarkan diri ke pencatatan pernikahan di secara legal di kantor Catatan Sipil Provinsi Henan, Tiongkok. Korban juga berangkat secara sukarela untuk menikah.

Laporan surat itu juga menyebutkan bahwa ‎korban tidak mengalami pembatasan kebebasan selama tinggal bersama masing-masing suaminya. Korban juga diberi telepon genggam sehingga masih bisa berkomunikasi. Sedangkan mengenai informasi adanya kekerasan, kepolisian di Tiongkok tidak menemukan tanda-tanda kekerasan fisik dan seksual terhadap korban.