Badai Covid-19 mendatangkan gelombang besar yang menghempaskan ribuan pekerja migran kembali ke tanah air. Mereka  adalah pekerja  migran Indonesia (PMI) yang mengadu nasib di Semenanjung Malaysia. Di bawah payung hukum Akta 343 Pencegahan dan Pengawalan Penyakit Berjangkit 1988, Pemerintah Malaysia pun mendeportasi tenaga kerja asing yang tak memiliki kelengkapan dokumen imigrasi ketenagakerjaan.(11/04/2020).
Sebagian mereka ialah pekerja sektor informal di tanah Semenanjung. Sebagian lagi pekerja formal, dan ada sebagian lain yang bahkan ada dalam tahanan kepolisian negeri jiran itu. Semuanya masuk dalam kategori yang sama: pelanggar hukum keimigrasian dan perlu dideportasi. Tak ada satu pihak pun yang mau menjamin dan mereka tak terlindungi hukum di tengah pandemi Covid-19 yang mengamuk itu. Memaksa PMI pulang adalah jalan keluarnya.
Sejak razia keimigrasian itu dilakukan akhir Maret lalu, ada 4.440 orang PMI yang dideportasi lewat jalur laut. Mereka kembali ke tanah air melalui tiga pintu, yakni Pelabuhan Tanjung Harapan, Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Pelabuhan Bandar Sri Junjungan Kota Dumai, dan Pelabuhan Bandar Sri Laksamana di Kabupaten Bengkalis.
PMI yang datang melalui Pelabuhan Tanjung Harapan di Kota Selatpanjang, mencapai 2.765 orang. Dari jumlah tersebut ada 506 orang  sudah dipulangkan ke kampung halamannya. PMI yang masuk lewat Pelabuhan Domestik Bandar Sri Junjungan Kota Dumai ada 331 orang. Pelabuhan Bandar Sri Laksamana Bengkalis menerima kedatangan 1.348 orang, dan  964 orang adalah warga setempat, sedangkan 194 lainnya sudah dipulangkan ke daerah asalnya.
Juru Bicara Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 Riau Indra Yovi mengatakan, ribuan PMI itu langsung ditetapkan sebagai orang dalam pemantauan (ODP) karena Malaysia termasuk yang ikut terpapar Covid-19. Seluruh PMI menjalani protokol kesehatan, di antaranya berupa pengukuran suhu tubuh, ketika tiba di tiga pelabuhan di Provinsi Riau itu.
Pemerintah Kota Pekanbaru pun telah menyiapkan 180 kamar di Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Rejosari sebagai tempat karantina bagi warganya yang baru dideportasi dari Malaysia itu. Mereka menyandang status Orang Dalam Pemantauan (ODP). “Semua PMI yang baru pulang dari Malaysia diprioritaskan mendapat tes cepat (virus corona). Akan dilaksanakan besok,” kata Gubernur Riau Syamsuar dalam pernyataan pers, Rabu (1/4/2020).
Bila hasil tes cepat itu mengindikasikan ada PMI yang terserang Covid-19, tidak tertutup  kemungkinan pemerintah akan memboyong mereka ke rumah sakit darurat Pulau Galang. Kapasitas rumah sakit sementara ini hanya 400 orang. Namun ke depannya, kapasitas tampung RS Darurat yang ada di atas situs RS darurat untuk pengungsi Vietnam itu akan ditingkatkan menjadi 1.000 unit.
Rumah sakit darurat ini dibangun pada paruh kedua dekade 1970-an ketika banyak warga Vietnam nekat menyeberang Laut China Selatan untuk mencari tempat yang lebih menjanjikan. Kementerian PUPR membangunnya kembali pada 8 Maret 2020, dan dinyatakan siap beroperasi ketika Presiden Joko Widodo meninjaunya Rabu (1/4/2020). RS darurat ini disiapkan untuk menampung PMI yang baru pulang dari perantauan dan terindikasi mengalami serangan Covid-19.
Pekerja migran Indonesia jumlahnya diperkirakan sekitar tiga juta jiwa. Mereka datang dan pergi. Sebagian mereka telah mengantungi visa kerja jangka panjang. Pada 2019, pemerintah merilis dokumen baru penempatan 276,6 ribu PMI, terbesar di Malaysia dan Taiwan, yang masing-masing hampir 80 ribu orang. Di luar itu, ada PMI mandiri dan banyak di antaranya tak dilengkapi dokumen keimigrasian. Mereka rawan dipulangkan di tengah pandemi Covid-19 ini, lantaran tidak ada yang menjamin atas nasib mereka.
Kementerian Tenaga Kerja telah berkoordinasi dengan KBRI Malaysia perihal perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang ada di negeri jiran itu. Salah satu bentuk dukungan bagi PMI di  negeri jiran adalah dengan memberikan perpanjangan paspor secara online sejak 18 Maret hingga 31 Maret 2020. Kemenaker mengimbau semua PMI mengikuti protokol yang ditetapkan Pemerintah Malaysia.
Perdana Menteri Muhyiddin Yassin dalam pidatonya (16/3/2020) mengatakan, Malaysia akan melarang semua pengunjung yang masuk ke negaranya, sedangkan penduduk dilarang bepergian ke luar negeri selama masa karantina berlangsung. Seluruh tempat ibadah, sekolah, dan tempat  bisnis akan ditutup kecuali pasar yang memasok kebutuhan pokok. Masa karantina berlaku sejak 18 hingga 31 Maret 2020, namun diperpanjang sampai 14 April.
Malaysia juga dijangkiti Covid-19 dengan paparan yang cukup luas. Sampai  3 April 2020, di Malaysia tercatat ada 2.908 kasus positif Covid -19. Jumlah korban meninggal mencapai 45 orang sedangkan 645 orang dinyatakan sembuh. Kebijakanan karantina nasional diberlakukan sejak 18 Maret lalu, dan penularan masih saja terjadi. Penegakan hukum semakin keras. Polisi akan menangkap mereka yang keluyuran di jalan tanpa tujuan, berkerumun, atau membuka usaha tanpa mengindahkan protokol kesehatan yang berlaku. Tenaga kerja asing tanpa dokumen yang memadai dipulangkan.
“Saat ini secara umum Malaysia saat ini sangat sepi dan sunyi. Tak ada lagi aktivitas berkumpulnya masyarakat dan aktivitas bekerja sehari-hari,” kata Dato Zainul Arifin, Direktur Pusat Penyelesaian Permasalahan Warga Negara Indonesia di Malaysia (P3WNI). Dato Zainul Arifin berharap, pekerja migran Indonesia di Malaysia tunduk dan patuh terhadap kebijakan Pemerintah Malaysia, dengan tidak melakukan tindakan yang dianggap melanggar hukum di masa karantina massal ini.
Zainul mengungkapkan kondisi pekerja migran Indonesia di Malaysia kondisinya berbeda dari PMI yang bekerja di Hong Kong, Taiwan, Macau, Timur Tengah, dan lainnya. Sebab PMI di Malaysia itu masih banyak yang bekerja sebagai buruh harian. Mereka banyak yang bekerja di sektor informal seperti pekerja proyek infrastruktur, buruh perkilangan, restoran, cleaning service, dan kerja kasar lainnya dengan upah per minggu.
Sebagian lainnya, masih banyak PMI yang nonprosedural, yaitu mereka yang digolongkan sebagai Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI), dan  ada juga PMI yang memiliki permit (izin) kerja tidak sesuai peruntukannya. Seperti permit kerja di perkebunan digunakan bekerja di sektor restoran. "Artinya banyak PMI bekerja di Malaysia yang sebagiannya tidak memiliki majikan," tutur Zainul. Banyak di antara mereka tak punya visa kerja.
Dari sisi perlindungan hukumnya, Pemerintah Indonesia tidak membedakan status yang resmi dan nonresmi. Begitu amanat UU No.  18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Oleh karena itulah, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta jajaran pemerintah memberikan  bantuan bagi semua pekerja Indonesia di luar negeri yang mengalami kesulitan akibat wabah virus corona. Bahkan, kepada KBRI di Malaysia, Wapres memerintahkan agar menyiapkan paket bantuan bahan sembako untuk PMI yang kehilangan pekerjaan maupun mereka yang terbelit surat izin kerja.
Pekerja migran, dulu disebut TKI (tenaga kerja Indonesia) adalah pahlawan devisa. Dari mereka itu mengalir remitansi yang nilainya mencapai  USD12 miliar, sekitar Rp180 triliun dengan kurs Rp15 ribu per USD 1. Pekerja migran menjadi penyumbang devisa terbesar keempat setelah sektor migas, baru bara, CPO, dan pariwisata. Tak berlebihan jika ada yang menyebutnya pahlawan devisa.
Seandainya terjadi kondisi  yang memaksa para PMI tersebut harus pulang, pemerintah juga telah menyiapkan tahapan-tahapannya. "Sejak di sana (tahapan pemulangan), kemudian transportasi, dan penanganan di pintu masuknya, bahkan sampai di kampungnya," kata Wapres Ma’ruf.
Untuk mengantisipasi adanya eksodus besar-besaran pekerja migran, dalam rapat terbatas di Istana Bogor, Selasa (31/3/2020), Presiden Jokowi meminta aparat pemerintah menerapkan protokol kesehatan secara ketat , khususnya yang kembali dari Malaysia.  Pernyataan yang sama diulang saat konferensi pers usai mengecek kesiapan rumah sakit darurat di Pulau Galang, Kepulauan Riau.
Presiden Jokowi mengatakan ada jutaan pekerja migran asal Indonesia di Malaysia. Badai ekonomi ini bisa membuat sebagian mereka harus pulang kampung.  Belum lagi yang dari negara lain. Maka, akan ada arus besar manusia yang masuk ke tanah air. Protokol kesehatan harus ditegakkan.
Presiden menekankan empat hal. Pertama, menjalankan protokol kesehatan dengan ketat di pintu-pintu masuk wilayah Indonesia, baik jalur udara, laut, atau darat. Kedua, WNI yang tak membawa gejala Covid-19 diizinkan pulang ke daerah asal dengan status orang dalam pemantauan (ODP) dan harus menjalankan protokol isolasi mandiri dengan disiplin ketat. Ketiga, WNI yang memiliki gejala Covid-19 harus diisolasi di rumah sakit yang disiapkan, seperti rumah sakit darurat di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau. Keempat, pemerintah menyiapkan bantuan sosial untuk mereka.***