Kementerian Perhubungan telah mengizinkan seluruh moda transportasi kembali beroperasi mulai Kamis (7/5/2020). 

Aturan itu merupakan penjabaran dari Permenhub Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H/2020 dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Menanggapi keputusan tersebut, Anggota Komisi V DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai banyak ketentuan Permenhub yang multitafsir dan berpotensi menjadi 'cek kosong' bagi penyalahgunaan kewenangan.

“Permenhub ini intinya adalah penjabaran dari larangan mudik sebagaimana perintah Presiden. Hanya saja, terdapat beberapa ketentuan yang multitafsir seperti dibolehkannya penggunaan angkutan untuk berbagai kegiatan ekonomi lainnya yang kriterianya tak diatur.Hal ini dapat disalahgunakan dalam implementasinya dan kontra produktif dengan perintah Presiden," ujar Rifqinizamy saat interupsi dalam rapat.

Selain itu,dia juga menyoroti tidak konsistennya Pemerintah dalam menegakkan aturan transportasi. Seperti, masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China sebanyak 500 orang. Menurut Rifqinizamy, masuknya 500 TKA asal Cina di tengah pandemi Covid-19 adalah wujud ketidakdisiplinan penegakan ketentuan dibidang transportasi.

"Kejadian-kejadian seperti (masuknya Tenaga Kerja Asing asal China sebanyak 500 orang) ini dapat mengganggu keseriusan kita memerangi Covid-19. Serta, dapat menambah kegentingan yang ada. Hal ini tak boleh lagi terjadi," tegas legislator dapil Kalimantan Selatan I tersebut dengan nada mengingatkan.

Kemudian Lasmi Indaryani menyayangkan kebijakan Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan yang tidak memiliki ketegasan dalam pengaturan mudik. Sebab, menurut Laksmi, Pemerintah terkadang memiliki kebijakan yang berubah-ubah, sehingga membuat masyarakat luas berada dalam situasi yang membingungkan. Terlebih, ungkap Lasmi, belakangan ini ditambah dengan mencuatnya perbedaan istilah antara mudik dan pulang kampung yang mengemuka di tengah masyarakat.

Lasmi mengungkapkan, hal tersebut membuat masyarakat semakin bingung tentang aturan mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak.

“Pemerintah tidak tegas soal aturan mudik dan kebijakannya mencla-mencle. Kemarin boleh, kemudian dilarang terus ada istilah pulang kampung dan mudik. Kalau menurut kami harus tegas seperti apa yang tidak boleh dan seperti apa yang dilarang," ujar Lasmi dalam rapat kerja tersebut. Hal lain yang cukup disayangkan adalah pengumuman larangan mudik yang dilakukan jauh sebelum tanggal diberlakukannya larangan mudik.

Diamengungkapkan, larangan mudik yang terlalu dini untuk diumumkan pada saat itu membuat masyarakat justru berbondong-bondong untuk mudik sebelum masa ditetapkannya larangan mudik. "Bahkan kemarin sudah ada larangan mudik, malah membuat orang mudik duluan. Orang sudah start duluan untuk mudik," tuturnya.

Lebih lanjut Lasmi berharap Pemerintah Pusat ke depannya lebih tegas secara spesifik tentang hal mana yang boleh dan mana yang tidak boleh untuk persyaratan mudik. Kemudian, sambung Lasmi, berkaitan dengan aturan penggunaan transportasi umum juga harus dipastikan dibuat dengan tepat dan diterapkan secara tegas.

"Ditegaskan lagi, seperti apa yang boleh untuk naik kereta atau pesawat. Kategorinya bukan atas dasar jabatan Menteri, DPR, pengusaha atau siapapun. Tapi, mungkin bisa berdasarkan orang yang memang sudah valid datanya yang menerangkan bahwa orang tersebut tidak terjangkit Corona itu yang baru dibolehkan melakukan perjalanan. Jadi, itu tidak menutup apakah itu Menteri atau apakah itu pejabat negara. Karena, Corona itu tidak melihat," pungkas Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI itu.**red