PKOL-.AMBLESNYA badan jalan RE Martadinata sepanjang 103 meter membuat kita tersentak. Bahkan kita khawatir karena itu adalah jalan utama yang menuju pelabuhan di mana barang-barang hasil produksi hendak diekspor.



Sejauh yang bisa kita tahu amblesnya badan jalan disebabkan oleh abrasi air laut. Badan jalan yang hanya ditopangkan ke tanah di bawahnya tanpa ada tiang penahan, membuat tidak tahan ketika tanah di bawahnya tergerus air laut.


Kita belum tahu berapa lama jalan tersebut tidak bisa dilalui. Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak memerkirakan diperlukan waktu dua minggu untuk bisa mengembalikan kondisi jalan. Selama itu maka seluruh jalur lalu lintas harus melewati jalur melingkar.

Kondisi ini tentu membuat kita pantas untu bertanya. Mengapa bisa badan jalan ambles seperti itu? Apakah memang spesifikasi dibuat seperti itu atau ada perubahan kondisi alam yang tidak diperhitungkan?

Semua itu perlu dicari tahu bukan untuk mencari kesalahan, tetapi supaya kita bisa tahu jawaban dari persoalan. Tantangan baru yang kita hadapi harus menjadi kesempatan bagi para ahli kita dari berbagai disiplin iilmu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

Setiap tantangan harus dijadikan momentum untuk bisa bergerak maju. Justru hikmah dari setiap peristiwa buruk yang dialami merupakan kesempatan untuk mengerahkan seluruh kemampuan agar bisa menjawab tantangan tersebut.

Challenges and reponse, setiap tantangan harus dijawab dengan tindakan. Janganlah tantangan hanya membuat kita larut dalam keluhan dan bahkan putus asa. Sebab, tantangan itu tidak pernah bisa dijawab hanya dengan bertopang dagu.

Pengalaman bangsa lain, kebesaran mereka bisa diraih karena mereka mampu menjawab setiap tantangan yang dihadapi. Terutama para ahli mereka dipaksa untuk terus berpikir guna mencari jawaban dari setiap tantangan.

Lihat bangsa Jepang misalnya. Berbagai gempa bumi seperti yang pernah meluluhlantahkan Kota Kobe, tidak membuat mereka lalu menyerah. Para ahli teknik Jepang terus memikirkan konstruksi yang paling cocok untuk negara mereka. Hasilnya mereka bisa hidup berdampingan dengan bencana gempa bumi yang setiap saat bisa mengancam.

Inilah yang juga harus menjadi kebiasaan pada kita. Kita jangan hanya larut pada kesedihan dan saling menyalahkan. Tetapi secara bersamaan kita harus bangkit untuk menjawab setiap tantangan baru yang harus dihadapi.

Tentunya bukan berarti kita harus melupakan setiap persoalan yang ada. Kita harus juga mencari tahu duduk perkara dari setiap persoalan yang terjadi. Kalau ada kealpaan yang disengaja, tentunya harus diminta pertanggungjawaban. Untuk apa? Untuk membuat lain kali kita tidak menggampangkan persoalan.

Amblesnya badan jalan RE Martadinata mengingatkan kita akan ancaman abrasi. Sebagai negara dengan pantai terpanjang di dunia, maka ancaman itu sangatlah nyata. Bahkan tidak hanya itu, kita harus mewaspadai yang namanya intrusi air laut.

Jakarta sendiri sudah lama diingatkan oleh ancaman tersebut. Bahkan sejak akhir tahun 1980, banyak ahli menyampaikan bahwa intrusi air laut di Jakarta sudah mencapai kawasan Monas. Itu bukan hanya akan memengaruhi kualitas air minum bagi masyarakat, tetapi ancaman bagi gedung-gedung bertingkat di Jakarta.

Apa lalu yang sudah dilakukan terhadap peringatan tersebut? Apakah pemerintah sudah mengambil langkah untuk mencegah dampak buruk dari berbagai persoalan baik itu abrasi maupun intrusi air laut? Inilah yang seharusnya membangkitkan kesadaran kita untuk memberikan respons.

Sekali lagi kita ingatkan penting arti challenges and response. Kita harus mengubah kebiasaan untuk bersikap masa bodoh. Ancaman abrasi ternyata sudah ada di depan mata. Apabila badan jalan RE Martadinata bisa ambles, tentunya hal yang sama bisa terjadi di tempat lain.

Sikap waspada harus kita hidupkan. Tidak perlu harus menjadi paranoid, tetapi kita harus mampu mengantisipasinya dengan baik, agar kita tahu langkah apa yang harus dilakukan ketika abrasi dan intrusi air laut itu semakin menjadi-jadi.metrotvnews/RED.