Tidak adanya pemuktahiran data daftar pemilih tetap (DPT) jelang pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kab. Bandung putaran II 31 Oktober mendatang, dinilai rawan konflik pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Kerawanan itu salah satunya datang dari pemilih pemula.

"Salah satu contoh, pada pemilukada putaran I, 29 Agustus lalu, mereka belum menginjak usia 17 tahun. Sementara memasuki Oktober ini, mereka berusia 17 tahun," kata Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Pemilukada Kec. Nagreg, Asep Dani Rusmana didampingi anggotanya, Glen Bakrie kepada "GM" di Sekretariat Panwas Pemilukada Kec. Nagreg, Jln. Stasion, Desa./Kec. Nagreg, Kab. Bandung, Minggu (10/10).

Kerawanan lainnya, imbuh Asep, dipicu oleh warga yang belum berusia 17 tahun, tetapi pascapelaksanaan pencoblosan tahap I sudah menikah. Misalnya, mereka usianya baru 16 tahun, tapi pada September 2010 lalu, melakukan pernikahan. "Dua indikator itulah, yang bisa menimbulkan kerawanan sosial di tengah-tengah masyarakat dalam menghadapi pemilukada putaran II,"ucapnya.

Menurutnya, jika indikator itu dibiarkan dan tidak ada pemuktahiran DPT kembali, akan memicu reaksi dari calon pemilih. Persoalan itu pula diduga bisa dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk mengganggu dan berusaha menggagalkan pemilukada. "Termasuk mereka yang sudah memiliki ketetapan hak suara dan tidak masuk dalam pemuktahiran data DPT, bisa dimanfaatkan salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati maupun pihak tertentu lainnya," ujar Asep.

Apalagi untuk saat ini, satu suara sangat berpengaruh dan penting guna memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon. Misalnya, pasangan calon itu memperoleh suara 50% plus 1 suara, bisa menjadi pemenang dalam pemilukada. Jika rivalnya, di bawah perolehan suara tadi. "Itu yang harus dievaluasi oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kab. Bandung," katanya.

Asep menuturkan, hal itu harus mendapat perhatian sejumlah pihak, mengingat hingga saat ini belum ada rencana penetapan pemuktahiran DPT. Ia juga mengimbau kepada masyarakat, jika ada pihak-pihak tertentu yang melakukan penggiringan massa untuk menentukan pilihan kepada salah satu pasangan calon tertentu dengan iming-iming berupa uang atau barang, bisa langsung melaporkannya ke panwas terdekat di masing-masing kecamatan. Karena bentuk penggiringan demikian, bagian dari indikator pelanggaran pemilukada.

Termasuk dia juga mengimbau kepada pihak-pihak tertentu tidak melakukan hal tersebut. Pasalnya, penggiringan massa untuk mendukung salah satu calon melalui bantuan sosial, dinilai sangat rawan sekali. "Boleh memberikan bantuan sosial, tapi cara penyampaiannya tidak disertai selebaran atau stiker calon dan tidak mengarahkan penerima bantuan untuk mendukung salah satu calon. Sebab jika ada stiker bisa dijadikan barang bukti pelanggaran pidana pada pemilukada oleh panwas. Intinya, jangan menggiring massa," katanya.

Sebab, katanya, yang namanya memberikan bantuan sah-sah saja. Tetapi yang terpenting tidak ada kaitannya dengan pemilukada. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran itu, harus ada kerja sama yang baik antara lembaga maupun organisasi yang ada di tingkat kecamatan. "Kita harus mengantisipasi adanya kampanye hitam. Yaitu, dengan cara meningkatkan partisipasi warga. Hal itu untuk menyukseskan pemilukada yang aman, kondusif, dan terkendali," katanya.
Sumber: Galamedia