KARAWANG-.Inilah isi orasi dari masyarakat Karawang bersatu( MKB).(11/8).

Sekelompok masa ini selain menyebut diri dari MKB juga mengatakan berasal dari 22 Ormas dari Kabupaten Karawang.

"Selamatkan Hutan ! Selamatkan Ruang Terbuka Hijau Karawang Demi Keberlangsungan Makhluk Hidup di Karawang”
Menindaklanjuti Keputusan Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Nomor : SK15/PSKL/SET/KUM.1/7/2017 dan PERMEN LHK NO. 39 TH. 2017 terkait pengembangan hutan dengan merekomendasikan program “WANATANI NUSANTARA” di daerah hulu Kabupaten Karawang. Atas dasar itu, kami Masyarakat Karawang Bersatu (MKB) yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat di Karawang, serempak menolak keputusan tersebut, karena telah menyalahi konstitusi.
Dasar hal penolakan tersebut antara lain merujuk pada :UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, karena dalam pasal 30 dijelaskan "distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat 1 dan 3 disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana
struktur dan pola ruang". Dimana hal tersebut menjelaskan bagaimana pola ruang di Karawang saat ini sudah status mengkhawatirkan, khususnya tentang RTH dimana dalam kajian perspektif MKB RTH di Karawang sudah tidak bisa mendukung daya dukung lingkungan hidup.

Hal ini juga dijelaskan lebih lanjut serta terperinci dalam Perment PU No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, serta Permendagri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Kota Karawang yang termasuk Klari, Telukjambe Barat dan Timur, Karawang Timur dan Barat memiliki luas 232,21 Ha dengan kebutuhan RTH Publik 46,442 Ha.

Seperti menelaah lingkup kecilnya seperti Kecamatan Karawang Barat saja dengan luas 34,73 Ha yang memiliki kebutuhan RTH sampai 10,42 Ha dengan jumlah penduduk tahun 2012 158.426 jiwa yang menempati kecamatan di wilayah kota dengan populasi terbanyak, dengan kebutuhan oksigen 133.075.000 gram oksigen perhari. Maka dibutuhkan lebih dari 20.630 pohon besar di Kecamatan Karawang Barat agar kebutuhan oksigen bagi penduduknya terpenuhi.

Dalam kenyataannya pohon besar di Karawang saja kekurangan,
jadi bagaimana jika wilayah hutan dirubah?. Jika Pemkab Karawang menyetujuinya, sama saja menyalahi konstitusi.

Bukan itu saja, dalam tinjauan lingkungan dalam wilayah hutan di Karawang, khususnya di wilayah Kuta Tandingan tersebut, memiliki banyak potensi kebencanaan, seperti halnya kekeringan dan longsor juga banjir, karena wilayah tersebut memiliki intensitas hujan yang tinggi.

Sementara itu, tinjauan cagar budayanya, wilayah tersebut memiliki beberapa situs peradaban manusia, salah satunya situs Kebon Jambe dan juga memiki
fauna yang saat ini terancam punah, yakni Kelinci Jawa.

Selain itu, program “WANATANI NUSANTARA” terindikasi bukan program sosial, karena konsep yang dibuat hanya ingin memperkaya pemilik modal (PT ALBIS), atau lebih bisa dikatakan kapitalisasi masyarakat hutan di Karawang.
Oleh karenanya, Pemkab Karawang harus menelaah dengan cermat kebijakan yang diterima oleh pusat. Jangan asal menyetujui tanpa ada kajian yang lebih mendalam dengan berbagai tinjauan teknis di lapangan.

Hutan tetaplah hutan, yang memberikan banyak produksi oksigen dan menjadi benteng pertahanan dari polutan yang dihasilkan kawasan industri. Dan diharapkan Pemkab Karawang bisa menaikkan status hutan Karawang menjadi hutan lindung dan kawasan cagar budaya.

Editor: Farida