Melonjaknya harga gula konsumsi dan kelangkaan di beberapa daerah diduga disebabkan oleh beberapa oknum yang khawatir kesulitan melakukan impor saat Indonesia mengalami situasi tanggap darurat pandemi virus Covid-19. Untuk itu, La Tinro La Tunrung meminta Kementerian Perdagangan untuk segera pro-aktif melakukan kontrol lapangan terhadap pendistribusian produk gula.

La Tinro menegaskan bahwa keteledoran Kemendag dalam melakukan pengawasan terhadap harga gula sangat membahayakan kelangsungan hidup masyarakat.

“Jangan sampai masyarakat itu menjadi sulit karena mendapatkan harga yang sangat mahal. Oleh karena itu mengenai stok bahan pokok kita, jangan sampai Pak Menteri teledor lagi, kurang memperhatikan, menganggap bahwa ini tidak masalah. Harga gula sudah menjadi naik, maka harus distabilkan dan saya harap harga bahan pokok lainnya tidak menjadi sama,” jelasnya.

Politisi Partai Gerindra ini menjelaskan bahwa di beberapa daerah yang ia pantau, harga eceran tertinggi gula sudah jauh melebihi ketentuan yang tercantum dalam Permendag Nomor 57 Tahun 2017. Ia pun meminta Kemendag untuk mengontrol laju harga pendistribusian gula dari hulu ke hilir untuk mengembalikan harga yang mengalami kenaikan signifikan dan menormalisasi harga tersebut.

“Rantai distributor untuk sampai ke konsumen itu sangat panjang. Dari rantai tersebut potensi pelonjakan harga pasti ada. Saya berharap ada kontrol yang jelas agar harga sampai di konsumen tetap dengan harga yang wajar. Sesuai dengan permendag 57 Tahun 2017, eceran tertinggi gula ditetapkan Rp 12.500. Pada saat ini harga gula di Sulsel mencapai Rp 16.000. Bahkan kalau teman di Aceh menyatakan harga gula sudah sampai 19.000. Bahaya ini,” terangnya.

Untuk itu ia mendorong Kemendag untuk segera melakukan pemetaan-pemetaan dari setiap kebutuhan daerah yang berbeda-beda. Menurutnya hal ini perlu dilakukan untuk menyiasati terjadinya pelonjakan harga bahan pokok dan kelangkaan barang di tengah pandemi virus yang belum kunjung usai mewabah Indonesia.**er/es/rl.