Aplikasi bernama Raqib Atid yang berfungsi untuk mencatat amal baik dan amal buruk para penggunanya ramai dibahas di media sosial. Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara mengenai aplikasi tersebut.



Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan sebaiknya masyarakat tidak terlena dengan adanya aplikasi pencatat pahala dan dosa. Sebab, manusia tidak bisa mengukur perbuatannya secara pasti akan mendapat pahala atau dosa.


"Kalau dalam keyakinan islam kan memang begitu, ada malaikat yang mencatat kebaikan dan keburukan kita.Untuk zahirnya mungkin kita bisa mengetahui dan mencatatnya tapi untuk batinnya siapa yang tahu. Kita sendiri sebagai pelaku mungkin juga tidak bisa karena kadang niat kita sudah bercampur baur. Tapi kedua malaikat tersebut akan bisa mencatatnya dengan baik tanpa ada kesalahan dalam pencatatan dan penilaiannya," ujar Anwar melalui pesan singkat, Senin (11/5/2020).
"Oleh karena itu, saya takut orang nanti terpesona dengan catatannya, padahal apa yang dia lakukan itu tidak bernilai di mata Allah," sambungnya.
Anwar menilai aplikasi tersebut tidak perlu diberi nama Raqib Atid. Hal itu dikhawatirkan merusak gambaran kesucian malaikat.
"Oleh karena itu, menurut saya hal-hal seperti itu tidak perlu, dan kalau akan dibuat juga jangan pakai nama Raqib dan Atid. Karena akan bisa menjadi guyonan dan itu tidak baik dan bisa merusak citra dan gambaran kesucian malaikat itu sendiri," ucapnya.
Anwar berpandangan apa yang dilakukan pembuat aplikasi itu tidak sepenuhnya salah karena dapat menjadi sarana introspeksi diri. Hanya, yang menjadi masalah pemberian nama pada aplikasinya.
"Sebenarnya apa yang mereka lakukan itu juga tidak terlalu salah. Itu misalnya bisa dipergunakan untuk mendidik anak agar mereka bisa mengetahui keadaan mereka, apakah sudah baik atau belum. Dan bagi orang dewasa juga bisa dijadikan sebagai alat untuk mengukur diri. Tapi kalau bisa namanya jangan nama-nama malaikat, tapi alat pengukur diri misalnya," tandasnya.
Aplikasi Raqib Atid saat ini sudah menghilang dari Google Play Store. Sebelum ditarik, aplikasi yang dikembangkan Mahmud Fauzi itu telah diunduh lebih dari 5.000 kali dan mendapatkan rating 4,2.#dtik