Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri, Andy Rachmianto, menyatakan ada 1.451 laporan kasus Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di kapal perikanan berbendera asing sepanjang 2020. 

Foto ilustrasi


"Total laporan di 2020  ada 1.451 kasus, dan ini hanya di kapal perikanan bukan di kapal niaga atau pesiar," kata Direktur Jenderal  Protokol dan Konsuler (Dirjen Protkon) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Andy Rachmianto, melalui keterangan tertulisnya usai webinar "Mempertanyakan Komitmen Multi-Pihak dalam Melindungi ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing", Kamis (15/4/2021).

Menurut Dirjen Protkon Andy,  jumlah kasus tersebut meningkat dalam dua tahun terakhir. Pada 2019 total kasus ABK Indonesia di kapal asing mencapai 1.095 kasus, sementara pada 2018 jumlahnya mencapai 1.079 kasus.
 
Ia mengungkapkan peningkatan kasus bahkan terjadi selama pandemi COVID-19. 
 
Sedangkan faktor lain yang berkontribusi dalam peningkatan kasus terhadap ABK Indonesia, yaitu dampak ekonomi di sektor perikanan selama pandemi, sehingga   perusahaan perikanan di berbagai negara tidak bisa memenuhi kewajiban mereka, termasuk soal gaji dan kebutuhan dasar awak kapal.

Mantan Dubes RI untuk Yordania dan Palestina itu merinci dari 1.451 kasus ABK, 1.211 kasus di antaranya terkait repatriasi, disusul kemudian soal gaji (465 kasus), kekerasan (156 kasus), kematian (70 kasus), TIP (26 kasus), dan lainnya (104 kasus).

Kemlu, kata Andy, mengidentifikasi setidaknya empat masalah utama yang harus jadi perhatian pemerintah untuk bisa meningkatkan perlindungan terhadap ABK Indonesia di kapal asing.

Pertama, terkait tata kelola penempatan dan perlindungan ABK di kapal asing melalui payung hukum yang ada. Kedua, data valid juga diperlukan untuk bisa memberikan bantuan yang lebih baik sekaligus meningkatkan pengawasan yang lebih baik.

Ketiga, perlunya standarisasi kontrak kerja ABK dan keempat melalui jalur diplomasi.

"Bu Menlu (Retno Marsudi) telah menegaskan komitmen pemerintah terkait perlindungan ABK Indonesia antara lain dengan penyusunan peta jalan nasional menuju ratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) C188, melakukan nota kesepahaman dengan negara tujuan di mana sekarang kita sedang kerja sama dengan Tiongkok, dan mendorong penegakan hukum," katanya.

Sedangkan Ketua Dewan Pengarah Satuan Tugas Pemberantasan Sindikat Pengiriman PMI Secara Ilegal Komjen Pol (Purn) Suhardi Alius menambahkan, peran penegakan hukum dalam masalah ABK Indonesia menjadi sangat penting karena akan memberi efek jera.****ts