Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko menyatakan perang terbuka terhadap Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana terkait pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang berujung penonaktifan 75 pegawai lembaga antirasuah.

"Ini kayaknya kita harus perang terbuka deh. Dia (Bima Haria) biar nggak ngumpet terus gitu. Ini enggak profesional," kata Koko, sapaannya, kepada wartawan, Kamis (27/5).

Koko menyampaikan protes keras kepada Bima terkait pelaksanaan TWK sebagai bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). Sebagai asesor, BKN dinilai telah mengabaikan sejumlah prosedur yang benar dalam pelaksanaan asesmen KPK.

Pertama, kata dia, BKN hanya menggunakan tiga dari enam komponen tes yang mestinya digunakan dalam asesmen pegawai lembaga antirasuah. Menurut dia, penggunaan tiga komponen itu membuat 75 pegawai tak lulus tes.

Koko merinci, enam komponen itu yakni tes tertulis, esai, role play, FGD, hingga presentasi. Namun, dari enam komponen yang harus dites, BKN hanya menerapkan tiga tes yakni esai, tulis dan wawancara.

"Artinya kalau semakin kecil komponen, tingkat validitas, reliabilitas semakin rendah. Mungkin 40, 50 [persen]," katanya.

"Dengan alat ukur yang sangat buruk ini bisa dibayangkan, dia melabeli 51 orang dengan yang sudah rusak. Tidak bisa diperbaiki. Tidak bisa dididik terkait wawasan kebangsaan," imbuh Koko.

Dengan metode tes itu, ia mengaku kecewa sebab dirinya tak berbeda dengan teroris dan separatis. Koko pun mengaku menantang Bima untuk menjawab prosedur TWK yang menurut dia tak memenuhi kriteria.

"Apa bedanya saya dengan teroris? Apa bedanya saya dengan pasukan separatis. Sampaikan ini ke Bima Haria untuk bisa menjawab itu. Apa argumentasinya?" tuturnya.

KPK sebelumnya menyebut sebanyak 51 dari 75 pegawai yang tak lulus TWK tak lagi bisa bergabung dengan lembaga antirasuah karena nilai TWK mereka berwarna merah dan tidak bisa diperbaiki. Sementara 24 sisanya akan diberi peluang mengikuti pembinaan untuk bisa menjadi ASN.

Keputusan itu diambil KPK usai rapat koordinasi dengan sejumlah lembaga, di antaranya BKN, Kemenkumham, Kemenpan-RB, dan sejumlah lembaga lain Selasa (25/5) di kantor BKN. *CNN