Breaking News
---

Sri Mulyani : Instrumen APBN Diperkuat untuk Merespon Dampak Negatif COVID-19

Hingga Juni 2021, perekonomian global menunjukkan tren pemulihan sementara dinamika kasus COVID-19 yang perlu tetap perlu diwaspadai.

Foto : SRI MULYANI

Sinyal pemulihan ekonomi global dapat terlihat di mana beberapa negara sudah tumbuh positif di kuartal I-2021, seperti Tiongkok, AS, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan.

Indikasi pemulihan ekonomi global juga tercermin pada Purchasing Managers Index (PMI) yang berada pada zona ekspansif serta tren peningkatan harga komoditas seperti minyak mentah, Minerba dan CPO.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan sejalan dengan pemulihan perekonomian global, perekonomian domestik menunjukkan prospek pemulihan ekonomi yang kuat pada semester pertama dengan meningkatnya aktivitas konsumsi masyarakat, investasi, serta perdagangan internasional.

Namun demikian, peningkatan kasus COVID-19 yang terjadi sejak Juni 2021 memberikan downside risk terhadap laju pemulihan ekonomi yang perlu terus diwaspadai. Oleh karena itu, diperlukan keterlibatan seluruh elemen bangsa untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi dan disiplin dalam pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

APBN 2021 dilaksanakan secara responsif dan fleksibel sebagai instrumen utama dalam mendukung penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional. Secara umum, pelaksanaan APBN pada semester I-2021 sejalan dengan membaiknya aktivitas ekonomi dan dukungan kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah, dalam menghadapi dampak pandemi dan akselerasi pemulihan ekonomi.

“APBN menjadi luar biasa penting mendorong ekonomi dan ini salah satunya ditunjukkan dengan belanja pemerintah yang menjadi motor penggerak di semester I ini,” kata Sri Mulyani Indrawati.

Menkeu memaparkan, strategi fiskal yang bersifat ekspansif dalam menjalankan kebijakan countercyclical untuk meningkatkan aktivitas ekonomi, terlihat dari peningkatan realisasi pelaksanaan APBN sampai dengan semester I-2021.

Realisasi pendapatan negara mencapai Rp886,9 triliun atau tumbuh 9,14 persen (yoy) mencapai 50,9 persen dari target APBN 2021, sementara realisasi belanja negara mencapai Rp1.170,1 triliun atau meningkat 9,38 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Dengan perkembangan pendapatan dan belanja negara tersebut, realisasi defisit anggaran semester I tahun 2021 mencapai Rp283,2 triliun atau sebesar 1,72 persen terhadap PDB. Sementara itu, Pembiayaan anggaran dilakukan sejalan dengan kebijakan countercyclical yang dilakukan Pemerintah di semester I,” ujarnya.

Secara keseluruhan, lanjut Menkeu, alokasi program PEN Tahun 2021 yaitu Rp699,4 triliun meningkat dibandingkan realisasi Program PEN Tahun 2020 yakni Rp575,2 triliun.

Untuk anggaran penanganan bidang kesehatan meningkat signifikan dari realisasi 2020 Rp62,7 triliun menjadi Rp193,9 triliun alokasi dalam tahun 2021, utamanya untuk mendukung Program Vaksinasi dan percepatannya, perawatan pasien, dan penguatan penanganan COVID-19 di Daerah.

Anggaran untuk perlindungan kepada masyarakat dan UMKM dalam bentuk Program perlinsos, Program Prioritas (sebagai jaring pengaman untuk penciptaan lapangan kerja), serta subsidi bunga UMKM dan Bantuan Pelaku Usaha Mikro 2021 sebesar Rp328,4 triliun, meningkat dibandingkan realisasi 2020 yaitu Rp323,3 triliun.

Anggaran dukungan kepada dunia usaha meningkat utamanya untuk mendukung pelaku usaha melalui berbagai insentif perpajakan. Realisasi program PEN sampai dengan semester I-2021 sebesar Rp252,3 triliun, atau 36,1 persen dari alokasi.

“Pemerintah melalui APBN 2021 telah bekerja keras dengan peningkatan realisasi belanja negara dan telah responsif memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam bentuk dukungan penanganan kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan bagi UMKM dan dunia usaha,” tegas Menkeu.

Ditambahkannya, penanganan COVID-19, terutama akselerasi vaksinasi dan pembatasan mobilitas akan menentukan laju pemulihan ekonomi yang membutuhkan mobilisasi dana dan SDM (pusat-daerah) yang sangat besar. Dukungan Pemerintah Daerah melalui earmarked Dana Alokasi Umum (DAU)/ Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Insentif Daerah (DID), dan Dana Desa sangat penting dalam penanganan COVID-19 dan percepatan pemulihan ekonomi.

Di tengah upaya keras untuk menangani masalah kesehatan dan memulihkan perekonomian nasional yang membutuhkan pembiayaan anggaran yang tidak sedikit, Pemerintah melakukan pengelolaan pembiayaan anggaran secara hati-hati dan terarah dengan memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam rangka pengendalian defisit dan mengupayakan penurunan pembiayaan utang.

“Prognosis hingga semester II-2021, sekitar Rp219 triliun pembiayaan lebih rendah dari UU APBN. Ini hal yang bagus, kita mengurangi kenaikan utang yang semestinya Rp1.177 triliun menjadi Rp958 triliun. Ini terutama karena defisit APBN secara nominal diperkirakan lebih rendah, karena penerimaan negara kita bagus, belanja negara absorbsinya optimal dan kita lihat dari penggunaan SAL yang kita pakai secara optimal dalam situasi saat ini,” jelas Menkeu.

Oleh karena itu, instrumen APBN terus diperkuat untuk merespon dampak negatif peningkatan kasus COVID-19 kepada perekonomian.

"Ekspektasi pemulihan ekonomi perlu terus didorong, namun pengendalian pandemi termasuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi dan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan 5M akan sangat menentukan laju pemulihan ekonomi ke depan," pungkas Menkeu.***ts

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan