Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara Kabupaten Lampung Tengah itu diperpanjang penahanannya untuk 40 hari ke depan.
Foto : Aziz Syamsuddin

“Perpanjangan penahanan tersangka Azis Syamsuddin untuk 40 hari kedepan, terhitung sejak 14 Oktober 2021 sampau dengan 22 November 2021,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/10).

Azis Syamsuddin yang menyandang tersangka KPK ini, menjalani penahanan di Rutan Polres Jakarta Selatan. Penyidik telah memeriksa Azis pada Senin (11/10) kemarin, untuk melengkapi berkas penyidikan.

“Tim Penyidik telah memeriksa Tersangka AZ untuk melengkapi berkas perkara yang bersangkutan,” ucap Ali.

Dalam pemeriksaan tersebut, lanjut Ali, tim penyidik KPK mencecar Azis terkait pemberian uang kepada mantan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju. Pemberian uang itu untuk mengurus penanganan perkara dugaan korupsi yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah.

“Tersangka AZ dikonfirmasi diantaranya terkait dengan kepemilikan rekening bank atas nama pribadinya yang diduga digunakan untuk mengirimkan sejumlah uang kepada Stepanus Robin melalui rekening bank milik pihak lain,” tegas Ali.

Selain itu, penyidik lembaga antirasuah juga mendalami dugaan delapan orang kepercayaan Azis Syamsuddin di lingkungan KPK. Hal ini setelah mencuatnya dugaan ‘orang dalam’ yang membantu Azis di KPK.

Dugaan ini muncul dalam persidangan mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (4/10) lalu. Dalam kesaksian Sekretaris Daerah nonaktif Tanjungbalai, Yusmada mengamini kalau Azis memiliki delapan orang kepercayaan di lingkungan KPK. Salah satunya, mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju yang kini terjerat dalam perkara dugaan suap pengurusan perkara Kota Tanjungbalai.

“Dikonfirmasi mengenai dugaan adanya ‘orang dalam’ KPK yang membantu tersangka,” ungkap Ali.

Menurut Ali, Azis membantah terdapat penyidik lain selain Stepanus Robin Pattuju yang membantunya di KPK.

“Tersangka AZ menerangkan dihadapan penyidik bahwa tidak ada pihak lain di KPK yang dapat membantu kepentingannya selain SRP,” ucap Ali.

Juru bicara KPK bidang penindakan ini mengklaim, pihaknya tidak begitu saja percaya dengan pernyataan Azis. Ali mengklaim tetap akan mendalami dugaan tersebut dengan saksi-saksi lainnya.

“Walaupun demikian, tentu KPK tidak berhenti sampai disini, terkait hal tersebut akan dikonfirmasi kembali kepada para saksi lainnya,” papar Ali. Dalam perkaranya, mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menjadi tersangka tunggal dalam kasus ini. Azis menjanjikan uang senilai Rp 4 miliar kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Tetapi yang baru terealisasi sejumlah Rp 3,1 miliar.

Kasus ini bermula pada Agustus 2020, Azis Syamsuddin menghubungi Stepanus Robin Pattuju yang saat itu menjabat sebagai penyidik KPK, untuk meminta tolong mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado yang sedang dilakukan penyelidikannya oleh KPK.

Menindaklanjuti ini, Stepanus Robin Pattuju menghubungi Maskur Husain untuk ikut mengawal dan mengurus perkara tersebut. Lantas, Maskur Husain yang merupakan advokat menghubungi Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado untuk menyiapkan uang Rp 2 miliar.

Stepanus juga lantas menyampaikan langsung kepada Azis Syamsuddin terkait permintaan sejumlah uang dimaksud dan kemudian disetujui oleh Azis. Setelah itu Maskur Husain diduga meminta uang muka terlebih dahulu sejumlah Rp 300 juta kepada Azis.

Sebagai bentuk komitmen dan tanda jadi, Azis Syamsuddin dengan menggunakan rekening bank atas nama pribadinya diduga mengirimkan uang sejumlah Rp 200 juta ke rekening bank Maskur Husain secara bertahap.

Masih pada Agustus 2020, Stepanus juga diduga datang menemui Azis di rumah dinasnya di kawasan Jakarta Selatan untuk kembali menerima uang secara bertahap yang diberikan oleh Azis yaitu USD 100.000, SGD 17.600 dan SGD 140.500.

Azis Syamsuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Jawa pos)