Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menanggapi rencana penerapan kelas standar di rumah sakit bagi peserta BPJS Kesehatan mulai tahun depan.

Dengan begitu, menurut Budi, pemerintah membuka opsi mekanisme koordinasi manfaat bagi perusahaan-perusahaan asuransi swasta untuk menutup kekurangan layanan fasilitas kesehatan yang tidak dipenuhi oleh BPJS Kesehatan.

Budi menjelaskan, penghapusan aturan kelas rawat inap peserta BPJS Kesehatan itu juga akan menciptakan kebutuhan layanan bagi masyarakat yang ingin naik kelas. Hal tersebut yang diperkirakan bakal jadi ceruk khusus yang akan digarap perusahaan asuransi swasta.

"Ini sesuatu yang sedang dicermati industri asuransi jiwa dan asuransi umum," ujar Budi, Rabu, 8 Desember 2021. "Ini akan menciptakan kebutuhan masyarakat antara lain kalau mereka mau naik kelas."

Dalam beberapa kesempatan, kata Budi, industri asuransi telah membahas hal itu dengan BPJS Kesehatan dan Dewan Jaminan Kesehatan Nasional (DJSN). Tapi sayangnya hingga kini belum diketahui persis bagaimana aturan kelas standar tersebut akan diimplementasikan nantinya.

Budi yakin tiap perusahaan kini tengah menyiapkan strategi masing-masing untuk mengantisipasi kebijakan terbaru itu. "Ini kami cermati sungguh-sungguh karena kami percaya ini akan menciptakan kebutuhan bagi sebagian masyarakat ketika nantinya BPJS menerapkan kelas standar," ucapnya.

Anggota Dewan Jaminan Kesehatan Nasional (DJSN) Muttaqien sebelumnya menyatakan kelas rawat inap bagi peserta BPJS Kesehatan di rumah sakit bakal dihapus dan diganti dengan kelas standar.

Aturan itu mulai dari penyesuaian manfaat medis dan non-medis, Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) atau rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu kelompok diagnosis, kapitasi, hingga iuran peserta.

Muttaqien juga menjelaskan bahwa penerapan kelas rawat inap standar adalah amanah dari UU Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tapi ia belum merinci bagaimana dampaknya terhadap besar iuran peserta jika kelas rawat inap di rumah sakit diseragamkan. "Nanti akan diputuskan dalam proses penentuan kebijakannya, yang terbaik untuk semua pemangku kepentingan dan peserta," kata dia.

Yang pasti, kata dia, besaran iuran peserta BPJS Kesehatan masih dalam proses peninjauan seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan. "Aturan tersebut menyebutkan iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali," ucapnya.(Tempo)