Menteri Keuangan (Menkeu) mengaku akan mengkaji wacana penghapusan pungutan perpajakan bagi tenaga honorer.

Hal tersebut disampaikan Menkeu ketika mengikuti Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR hari ini.

Menurutnya, penghasilan pekerja yang masuk dalam tenaga honorer tergolong kecil. Hal ini tidak lepas dari banyaknya jenis kegiatan yang diselenggarakan sehingga membuat fokus alokasi anggaran menjadi terpecah.

“Saya memahami mengenai keberpihakan kepada mereka . Tapi juga terus terang di bawah ini (instansi) banyak sekali jenis pekerjaannya, dari BKKBN, pendamping Dana Desa, sosial dan lain-lain. Memang hal ini menciptakan lapangan pekerjaan tetapi honornya kecil-kecil jadi banyak,” ujarnya di Kompleks parlemen pada Kamis, 19 Mei.

Menkeu pun menyebut pihaknya akan melakukan review terhadap besaran honor serta kewajiban pajak yang menyertainya.

“Itu semua sudah masuk dalam pemikiran (kajian) kita,” tuturnya.

Meski begitu, bendahara negara menjelaskan, saat ini kebijakan yang ditempuh lebih memilih menguatkan basis pajak demi tercapainya target pembangunan ketimbang memberikan insentif fiskal baru. Sebagai kompensasi, pemerintah kemudian mencoba menguatkan daya beli lewat intervensi belanja dalam APBN.

“Terus terang saya tidak terlalu menyukai ini (insentif paja), karena kalau kita bicara soal purchasing power dari masyarakat maka bukan dari sisi perpajakannya. Pajak sebenarnya ingin bersifat komplit. Sebab jika kita selalu buat pengecualian ini, pengecualian itu jadinya pajak tidak akan pernah menjadi suatu backbone yang solid,” jelas dia.

“Untuk itu kita harus melihat bahwa untuk membuat intervensi lebih baik dari sisi belanja, sehingga tidak merapuhkan sisi instrumen APBN kita (sektor penerimaan negara),” sambung Menkeu Sri Mulyani.

Mengutip data yang yang dirilis oleh Kementerian Keuangan diketahui bahwa hingga Maret 2022 penerimaan pajak telah mencapai Rp322,5 triliun atau tumbuh 41,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp228,1 triliun.(Voi)