Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) tahun 2021. KPK telah menetapkan tersangka baru terkait pengembangan kasus dugaan suap terkait pengajuan dana PEN tahun 2021 tersebut.

Plt Juru bicara KPK, Ali Fikri (foto: dok MNC Portal)

"Dalam perkara dugaan suap pengajuan dana PEN 2021, tim penyidik KPK telah mengembangkan pengusutan perkara ini," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Rabu (15/6/2022).

KPK menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka. Baik dari pihak pemberi, maupun penerima suap. Sayangnya, Ali masih belum membeberkan secara detail pihak-pihak yang menjadi tersangka baru dalam pengembangan kasus ini.

"Berdasarkan pada kecukupan minimal dua alat bukti diduga ada keterlibatan pihak-pihak lain baik selaku pemberi maupun penerima dalam dugaan suap perkara dimaksud," kata Ali.

"Mengenai identitas pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, pasal yang disangkakan maupun uraian dugaan perbuatan pidana yang dilakukan, akan kami sampaikan pada saat upaya paksa penangkapan dan penahanan dilakukan," imbuhnya.

KPK berjanji akan mengumumkan secara resmi tersangka baru serta konstruksi lengkap pengembangan perkara ini. KPK bakal transparan dalam penyidikan perkara ini. KPK meminta masyarakat untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

"Perkembangan dari setiap kegiatan penanganan perkara ini akan selalu kami informasikan pada masyarakat. KPK berharap dukungan masyakarat untuk turut serta mengawasi proses penangangan perkara ini," pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, KPK telah lebih dulu menetapkan tiga penyelenggara negara sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Daerah (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021. Ketiga pejabat negara itu diduga telah melakukan kongkalikong jahat terkait pengajuan dana PEN.

Adapun, ketiga tersangka tersebut yakni, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), M Ardian Noervianto (MAN); mantan Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur (AMN) serta Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M Syukur Akbar (LMSA).

Dalam perkara ini, Ardian dan Laode Syukur Akbar diduga telah menerima suap terkait pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021. Keduanya menerima suap sejumlah Rp2 miliar dari Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur.

Ardian diduga mendapat jatah sekira 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar dari total uang suap Rp2 miliar. Sedangkan Syukur Akbar kecipratan uang suap Rp500 juta. Uang suap sebesar Rp2 miliar itu disetorkan Andi Merya Nur ke rekening Syukur Akbar.

Atas penerimaan uang tersebut, Ardian Noervianto kemudian mengupayakan agar permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya Nur disetujui. Alhasil, dana PEN untuk Kolaka Timur disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.

Atas perbuatannya, Andi Merya Nur sebagai pihak yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Ardian dan Syukur Akbar sebagai pihak penerima suap disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Okezone).