PT Pertamina (Persero) menaikkan harga gas elpiji nonsubsidi di tingkat agen dengan penyesuaian harga Rp2.000 per kilogram (kg). Keputusan ini dikhawatirkan ada peralihan pembelian ke gas elpiji 3 kg.

Harga Naik, Masyarakat Bisa Beralih ke Gas Subsidi

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan, masyarakat kelas menengah akan menghabiskan uang lebih banyak untuk biaya kebutuhan hidup, sehingga tidak menutup memilih beralih ke gas melon.

"Untuk mencegah terjadinya migrasi pengguna elpiji nonsubsidi ke jenis subsidi bisa dilakukan berbagai pembatasan oleh Pertamina," ujarnya kepada wartawan, dilansir Mediaindonesia.com, Rabu, 13 Juli 2022.

Namun, soal pembatasan penyaluran gas elpiji misalnya dengan penggunaan MyPertamina, justru menyulitkan orang miskin yang berhak membeli. Selain itu, Bhima juga berpendapat dengan naiknya harga elpiji nonsubsidi akan berdampak pada daya beli kelas menengah dan penjualan berbagai produk sekunder dan tersier.

"Siap-siap penjualan rumah, kendaraan bermotor, elektronik akan turun," ucapnya.

Sementara, lanjutnya, masyarakat kelas atas cenderung melakukan penghematan untuk belanja karena ini menunjukkan sinyal inflasi akan tinggi tahun ini. Adapun penyesuaian harga elpiji nonsubsidi, yakni Bright Gas 5,5 kg naik menjadi Rp100 ribu dan Bright Gas/Elpiji 12 kg menjadi Rp213 ribu di Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara.

Senada, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno berpendapat, potensi peralihan penggunaan ke elpiji subsidi besar. Ia mengibaratkan seperti masyarakat yang berbondong-bondong membeli BBM jenis pertalite, ketika harga pertamax naik menjadi Rp12.500.

"Soal imigrasi ke elpiji 3 kg itu kemungkinan selalu ada. Harus ada pengawasan oleh pemerintah agar penyaluran ini tepat sasaran," ungkapnya.

Pihaknya memaklumi jika Pertamina menaikkan harga BBM dan elpiji nonsubsidi di tengah kenaikan harga minyak dunia yang di atas USD100 per barel.

"Tentu kenaikan BBM nonsubsidi tidak bisa kita hindari, begitu juga dengan kenaikan elpiji nonsubsidi. Karena itu semua bahan bakar yang kita impor," terangnya.

Menurut Eddy, dengan naiknya harga komoditas dunia akan semakin memberatkan APBN jika pemerintah terus menerus menanggung subsidi energi. "Kami tidak menolak adanya evaluasi harga BBM nonsubsidi karena tentu membawa dampak bagi APBN. Kami hanya menekankan pada pengawasan penyaluran," pungkas Politisi PAN itu.(**)