By Name By Adres calon Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantalan sosial dampak kenaikan BBM, belum turun di Karawang. Namun, bantalan sosial yang mayoritas akan menyasar masyarakat yang masuk DTKS pada BPNT dan Program PKH itu, justru masih bikin cemas sejumlah kepala desa, karena harus kembali berjibaku dengan bansos yang berpotensi terjadi gesekan sosial di lapangan.

"Saat ini soal berapa penerima di Karawang sedang proses dan data kemungkinan bertambah terus, jadi belum bisa kami release. Sebab kapan waktu data itu turun maupun apakah akan di launching distribusinya, nanti kalau sudah final dan kami masih menunggu arahan dari pusat, " Kata Kepala Kantor Pos Cabang Karawang, Teguh kepada Pelitakarawang.com, Rabu (7/9/2022).


Foto : Ilustrasi

Ketua Forum TKSK Karawang Leo Fitriana mengatakan, data calon penerima bantalan sosial kenaikan BBM ini, belum semuanya turun dan baru 2 batch atau dua tahap, sehingga belum lengkap semuaanya. Yang masuk DTKs, sendiri sebut Leo yaitu kPM BPNT dan PKH, bahkan Informasi terbaru, bansos ini akan disatukan dengan Bansos Sembako alokasi bulan September.

"Ada infor juga bahwa bansos ini akan turun tahap pertama Rp300 ribu (September - Oktober) dan ditambah BPNT Tunai Rp200 ribu untuk bulan september, sehingga total tahap pertama yang di terima KPM sekitar Rp500 ribu, " Ungkapnya.

Kades Rawagempol Wetan H Udin Abdul Gani sebelumnya mengatakan, Pemkab melalui Dinas Sosial selalu meminta evaluasi data masyarakat kurang mampu dan di ajukan lagi untuk menerima bansos. Tapi, ketika di ajukan, data itu justru tidak di pakai pemerintah pusat, karena Kemensos hanya merilis data yang sudah ada dan itu - itu saja.
Sehingga, dilapanhan menimbulkan kecemburuan, karena ada yang menerima BPNT, tapi mereka mendapat bantuan tambahan lagi secara tunai, sementara warga lain yang tidak mampu dan tak ada rilis data, tidak dapat apa-apa. Bahkan, ada yang dapat PKH, dia juga dapat BPNT, yang reguler dia dapat, tambahan tunai juga kembali di terima, sementara masyarakat yang datang itu selalu ke Kepala Desa, karena menganggap data-data itu adalah hasil otak Atik pemerintah desa.

"Sering ada evaluasi data, tapi yang turun itu itu lagi, sementara kita mau alokasikan di BLT juga terbatas, serba bingung kita mah, " Ungkapnya.(rd)