BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek tengah mencermati potensi gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja) di sektor garmen, tekstil, dan alas kaki. Tingkat kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di tiga sektor ini mulai menyusut sejak Agustus 2022.

Foto ilustrasi : Tenaga kerja garmen

Direktur Kepesertaan BP Jamsostek, Zainudin mengatakan, penambahan jumlah peserta sudah lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Lebih spesifik kepesertaan di segmen peserta bukan penerima upah (BPU) atau pekerja informal di tahun 2021 tumbuh 32% dan kembali tumbuh 67% sampai Oktober 2022.

Namun demikian, dia mengakui, potensi resesi global tahun depan menjadi suatu hal yang tengah dicermati BP Jamsostek. Khususnya dampak terhadap grup sektor seperti garmen, tekstil, dan alas kaki yang secara kepesertaan sempat tumbuh 6% periode Januari-Juli 2022.

"Cuma mulai Agustus, September, Oktober 2022 turun, turunnya pun belum jauh masih sekitar 2,6%. Kami akan cermati terus apa yang terjadi, apakah ada gelombang PHK disini? Dan ini memang bagian dari proses antisipasi," kata Zainudin, Minggu (20/11/2022).

Sementara, Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo mengatakan, tim di cabang akan secara proaktif menindaklanuti klaim jika terjadi PHK massal.

"Berapapun nilai klaim yang diajukan, mereka sekarang tidak harus ke cabang. Apalagi kalau PHK di perusahaan ada beberapa (orang), biasanya sekaligus secara kumulatif itu dibantu oleh cabang setempat agar memudahkan," kata dia.

Anggoro menambahkan, pengajuan layanan klaim di BP Jamsostek kini sudah semakin mudah. dirasakan peserta. Tercermin dari pengajuan klaim langsung ke cabang yang kini tersisa 15%, sedangkan sisanya 85% sudah terlayani secara digital.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, gelombang PHK ini berpotensi berlanjut akibat potensi resesi global di tahun depan. Proyeksi ekonomi global sendiri susut dari tahun ini sebesar 3,2% menjadi 2,9% untuk tahun 2023. Imbasnya, para pelaku usaha mengalami kecemasan (scaring effect) untuk melakukan investasi maupun ekspansi bisnis.

"Kalau tidak ada ekspansi maka berpotensi kepesertaan kita tidak meningkat signifikan. Karena PU (penerima upah) stagnan. Dampak lainnya tentu saja ada PHK, indeks PMI turun terus, tidak ada yang beli dan produksi sehingga rantai pasok berhenti, maka angka pengangguran meningkat," kata Anggoro.

Jika angka pengangguran meningkat, maka kepesertaan khususnya segmen PU berpeluang menyusut dan berpindah menjadi peserta BPU. Hal ini perlu diantisipasi dengan mengoptimalkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) agar pekerja tetap mendapat jaminan sosial.

Dampak lain dari resesi global adalah peningkatan JHT dan JKP karena PHK. Klaim akibat PHK sendiri telah menyumbang sekitar 30% dari total klaim JHT. Di sisi lain, kemampuan bayar iuran peserta diprediksi turut terpukul sehingga perlu antisipasi-antisipasi lebih lanjut, misalnya dengan kembali memberikan relaksasi pembayaran iuran sampai dukungan pemerintah melalui bantuan subsidi upah (BSU).

Sumber: Investor Daily/Berita Satu