Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI hendak merancang konsep pengawasan terkait pendanaan kampanye para peserta Pemilu 2024. Tujuannya, untuk mendeteksi 'dana siluman' yang digunakan oleh para kontestan.


Komisioner Bawaslu RI Puadi menjelaskan, pola kampanye selama ini kerap menekankan pada citra atau ketokohan individu, bukan ide dan gagasan. Orientasi ketokohan ini berimplikasi terhadap pola pembiayaan kampanye, yakni mengandalkan sumber pembiayaan dari individu ketimbang dari organisasi pengusung atau partai politik.


Sumber pembiayaan individu itu tidak hanya dari kontestan, tapi juga dari individu di luar partai politik. Masalahnya, akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU untuk mengaudit dana kampanye hanya menyisir dana sumbangan yang dilaporkan peserta pemilu. Akuntan tidak mengaudit pengeluaran riil seorang kontestan untuk berkampanye.


Biaya kampanye lebih besar ketimbang dana sumbangan yang terkumpul

“Dalam praktiknya, apa yang dicatat dan dilaporkan sebagai sumbangan dana kampanye oleh peserta pemilu tidak mencerminkan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan oleh peserta pemilu,” kata Puadi, dikutip dari laman resmi Bawaslu RI, Sabtu (10/12).


Biasanya, lanjut dia, biaya kampanye lebih besar ketimbang dana sumbangan yang terkumpul. Selisih antara pemasukan yang dilaporkan dan biaya pengeluaran itu lah "dana siluman".


“Dana siluman tidak terdeteksi. Jumlahnya tidak seimbang dengan data yang dilaporkan oleh peserta pemilu. Ke depan Bawaslu akan merancang kerangka pengawasan terhadap persoalan tersebut,” kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu RI itu.


Kendati bakal mengawasi pendanaan kampanye, Puadi berharap, peserta Pemilu 2024 untuk beralih dari kampanye berbasis ketokohan individu ke kampanye ide dan gagasan. “Saya harap pada pemilu dan pemilihan ke depan ada perubahan pola kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu,” ujarnya.(ROL).