Berdasarkan survei yang dilakukan, berikut ini 10 faktor perceraian yang terungkap berdasarkan peringkatnya:

Foto ilustrasi

1. Kurangnya komitmen - 75%

Memang banyak orang yang mengatakan komitmen itu sangat penting untuk menikah.

Namun faktanya, berdasarkan hasil survei 75 persen orang mengatakan kurangnya komitmen berperan dalam perceraian pernikahan.

2. Ketidaksetian atau perselingkuhan - 59,6%

Menurut penelitian tersebut, perselingkuhan sering disebut sebagai titik balik memburuknya suatu hubungan.

Adapun alasan lainnya yakni perasaan yang diabaikan, merasa tidak aman dalam hubungan pernikahan, atau pun ketakutan ditinggalkan.

3. Terlalu banyak konflik atau pertengkaran - 57,7%

Peserta survei mengungkapkan secara umum konflik yang tidak diselesaikan dengan tenang atau efektif hanya akan memperburuk hubungan dari waktu waktu.

Di sisi lain masalah komunikasi yang kurang menjadi faktor timbulnya konflik.

4. Menikah terlalu muda - 45,1%

Dalam studi tersebut, beberapa dari peserta survei menyatakan kalau usia menikah yang terlalu muda dapat menjadi faktor usainya pernikahan.

Peserta menyebut usia mereka saat menikah saat itu adalah 23 tahun.

5. Masalah finansial - 36,1%

Hal yang paling menimbulkan perceraian dari masalah keuangan ini karena finansial yang tak stabil meningkatkan stres dan akhirnya menimbulkan ketegangan dalam hubungan.

6. Penyalahgunaan zat - 34,6%

Setidaknya satu pasangan dari 50 persen mantan pasangan yang disurvei oleh NCBI mengutip penyalahgunaan zat sebagai masalah.

Di mana 34,6 persen dari individu secara keseluruhan mengonsumsi zat terlarang.

Tetapi hanya 33,3 persen kasus yang menunjukkan penyalahgunaan zat adalah penyebab perceraian mereka.

7. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) - 23,5%

Hampir seperempat dari peserta survei NCBI menyatakan pelecehan fisik dan emosional dalam pernikahan sebagai penyebab utama perceraian mereka.

Banyak responden menjelaskan bahwa pelecehan berkembang dari waktu ke waktu, dengan siklus pelecehan yang lebih intens diikuti dengan penyesalan yang kuat.

Bahkan The United Nations Office on Drugs and Crime (UNDOC) menemukan kalau 50.000 ribu perempuan dibunuh pasangannya.

8. Masalah kesehatan - 18,2%

Menurut Elizabeth Ochoa, seorang konselor pernikahan dan kepala psikolog di Beth Israel Medical Center di New York City, penyakit yang diderita salah satu orang dapat merusak pernikahan.

Sebab, penyakit bisa menciptakan hutang, rasa sakit, dan rasa takut akan kehilangan diri sendiri.

Hal ini juga menandakan salah satu pasangan tidak dapat mempertahankan kesepakatan, yang mengharuskan pasangan lainnya untuk meningkatkan kewaspadaannya.

9. Kurangnya dukungan keluarga - 17,3%

Menurut studi longitudinal selama 26 tahun yang mengamati 373 pasangan, seorang suami yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga istrinya bisa menurunkan risiko perceraian sebesar 20 persen.

Sebaliknya, istri yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga suaminya meningkatkan risiko perceraian.

Menurut psikolog dan profesor Terri Orbuch, seorang istri harus menjaga batasan dengan mertua mereka.

10. Kurang efektifnya pendidikan pranikah dan perbedaan agama - 13,3%

Meskipun semua yang disurvei telah berpartisipasi dalam PREP, sebuah kursus pendidikan, banyak yang berpikir bahwa itu masih belum cukup.

Beberapa di antaranya mengatakan kursus memang membantu dalam komunikasi namun tidak realistis untuk pertumbuhan perkawinan.

Maksudnya adalah pranikah mengajarkan bagaimana bergaul, dan harus berkomunikasi, tetapi itu tidak membahas tentang fase-fase pernikahan dari waktu ke waktu.

Mengenai perbedaan agama, menurut survei Pew Center saat ini 69 persen orang yang menikah mengatakan bahwa pasangan mereka seagama.

Sementara menurut buku Til Faith Do Us Part: How Interfaith Marriage is Transforming America pasangan yang menikah dengan perbedaan agama, kurang bahagia. (*)