Gagasan untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa (kades) hingga sembilan tahun dinilai akan memberikan manfaat bagi masyarakat desa. Hal ini karena pembangunan desa dapat lebih efektif tidak terpengaruh oleh dinamika politik akibat Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).

Foto ilustrasi : Kades dan Kantor Desa

"Yang diuntungkan dengan kondisi ini adalah warga masyarakat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah warga masyarakat tidak perlu terlalu sering menghadapi suasana ketegangan yang tidak produktif. Karena yang nggak produktif nggak cuma kepala desanya tapi juga warganya," ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar dalam keterangannya di Jakarta pada Selasa (17/1/2023).

Menurut Abdul Halim, saat ini konflik polarisasi pascapilkades nyaris terjadi di seluruh desa. Akibatnya, pembangunan akan tersendat dan beragam aktifitas di desa juga terbengkalai.

“Artinya apa yg dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jd Ketua DPRD. Saya mengikuti tahapan politik di pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu,” kata Menteri Abdul Halim.

Abdul Halim mengatakan, usulan terkait masa jabatan Kepala Desa ini sudah mempertimbangkan kondisi di lapangan dan masukan dari para pakar yang menyebutkan ketegangan konflik pascapilkades akan lebih mudah diredam jika waktunya ditambah.

Oleh karena itu periodisasi tersebut menurutnya bukan menjadi arogansi kepala desa, namun menjawab kebutuhan untuk menyelesaikan konflik pasca pilkades.

Selain itu, jika kinerja Kades buruk, maka akan diberhentikan oleh pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sehingga warga desa tidak perlu menunggu terlalu lama.

“Ada mekanisme bahwa Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden itu berhak memberhentikan Bupati atau Wali Kota ketika kinerjanya sangat buruk. Nah, kalau Bupati dan Wali Kota saja bisa diberhentikan ditengah jalan apalagi Kepala Desa,” jelas Menteri Abdul Halim.(SD)