Di sejumlah daerah, petani kerap mengeluhkan soal kelangkaan pupuk subsidi. Istilah "langka" yang sering disampaikan petani pada faktanya adalah bukan karena tidak adanya pupuk, melainkan karena persoalan distribusi pupuk subsidi.
Foto : Elan Rahmatillah


Sementara stok pupuk sendiri sebenarnya melimpah. Lalu apa yang menjadi masalah terkait pupuk subsidi sehingga muncul sebuah persepsi sebagian petani bahwa pupuk subsidi langka?

Sekretaris Pemuda Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKT) Jawa Barat, Elan Rahmatillah menjelaskan, untuk mencari akar masalah pupuk langka perlu diulas bagaimana pupuk subsidi itu didistribusikan dan siapa saja yang berhak mendapat pupuk yang sebagian dibeli pemerintah demi harganya tidak mahal saat sampai ke petani itu.


Elan mengatakan, pemerintah dari awal memang mewanti-wanti bahwa pupuk subsidi harus didistribusikan tepat sasaran. Untuk mencapai tujuan itu, sejumlah aturan dikeluarkan terkait pupuk subsidi ini. Berikut kebijakan yang mengatur subsidi pupuk tahun 2022.

1. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian
2. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 28 tahun 2020 tentang Komponen Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian
3. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian
4. Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 735/KPTS/SR.320/M/09/2022 tentang perubahan atas Kepmentan  Nomor 147/KPTS/SR.320/M/1/2022 tentang Penetapan Harga Pokok Penjualan Sementara Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun anggaran 2022.
4. Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor 06/KPTS/R.C.2010/B/11/2022 tentang Realokasi Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun 2022
5. Pengawasan dan monitoring dari Komisi IV DPR terhadap perencanaan pupuk bersubsidi (komoditas dan jenis pupuk), ketepatan target sasaran penerima, peningkatan produktivitas, pengawasan distribusi dan penyaluran pupuk bersubsidi ke petani.
6. SK Gubernur atau SK Kepala Dinas Provinsi tentang Realokasi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2022 per Kab/Kota
7. SK Bupati/ Wali Kota atau SK Kepala Dinas Kab/Kota tentang Realokasi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2022 per Kecamatan.
8. Supply Agreement Kementerian Pertanian dengan Pupuk Indonesia tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Tahun Anggaran 2022.
9. Pedoman Teknis Pengelolaan Pupuk Bersubsidi Nomor 33/2022 (Revisi II) dari Kementan tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Pupuk Bersubsidi Tahun Anggaran 2022.

Selanjutnya, berdasarkan Permentan Nomor 10 Tahun 2022 tentang Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun 2022, berikut ketentuan petani yang berhak mendapatkan Pupuk Bersubsidi.
1. Tergabung dalam Kelompok Tani
2. Terdaftar dalam Simluhtan
3. Menunjukkan KTP dan mengisi form penebusan
4. Menggunakan Kartu Tani di wilayah yang sudah siap sarana dan prasarana
5. Melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan (padi, jagung, kedelai), perkebunan (tebu, kakao, kopu), hortikultura (cabai, bawang merah, dan bawang putih, dengan luas lahan maksimal 2 hektare (Ha) per musim tanam per petani.
6. Melakukan usaha tani subsektor tanaman pada Penambahan Luas Areal Tanam Baru (PATB).

“Ada pun jenis pupuk bersubsidi yang ada saat ini adalah Urea dan Nitrogen, Phiosphat dan Kalium (NPK),” jelasnya.

Problem pupuk bersubsidi

Problem seputar pupuk bersubsidi sebenarnya bukanlah pada masalah stok pupuk. Sebab, kata Elan, berdasarkan informasi yang didapat pihaknya, stok sendiri terbilang melimpah. Masalah yang sesungguhnya adalah alokasi pupuk subsidi yang diatur Kepmentan 6/2022 lebih sedikit daripada usulan kebutuhan petani melalui eRDKK.

“Misalnya, usulan petani yang divalidasi Distan Kab/kota, Distan Provinsi dan Kementan adalah 25 juta ton. Sementara alokasi yang diusulkan petani melalui pemerintah adalah 7,7 juta ton. Akibatnya terjadi gap 17 juta ton,” katanya.

Tidak ada detail jatah pupuk subsidi per petani, sehingga untuk mengatasi persoalan tersebut, ada dua skenario yang dilakukan. Skenario pertama adalah pembagian pupuk subsidi dibagi secara merata oleh kelompok tani (poktan) atau kios. 

Misalnya, satu poktan mendapat jatah 50 kilogram pupuk subsidi. Sementara di dalam poktan itu terdapat 5 petani yang berhak mendapat jatah pupuk subsidi. Maka 50 kilogram pupuk subsidi dibagi 5, sehingga masing-masing petani mendapat 10 kilogram pupuk.

Lalu skenario kedua adalah pembagian dengan sistem siapa cepat dia dapat. Tiga dari lima petani dalam poktan, misalnya, mendapat pupuk subsidi masing-masing 20 kilogram + 20 kilogram + 10 kilogram. Sementara dua petani lainnya tidak mendapat jatah pupuk subsidi. 

Namun hal yang penting dari ilustrasi tadi adalah bahwa subsidi pupuk yang telah ditetapkan harus dialokasikan sampai ke petani per NIK.

Penjelasan soal penyaluran pupuk subsidi tadi menunjukkan bahwa sebenarnya ketika petani tidak mendapat pupuk subsidi bukan karena kelangkaan. Namun penerima pupuk subsidi ditentukan oleh pemerintah dengan syarat-syarat tertentu yang sudah dijelaskan sebelumnya. Sementara PT Pupuk Indonesia sendiri bertugas hanya menyalurkan pupuk subsidi. 

Terkait stok pupuk, PT Pupuk Indonesia memiliki cadangan yang terbilang melimpah. Total kapasitas produksi pupuk dari semua anak perusahaan PT Pupuk Indonesia adalah sebesar 23 juta ton per tahun.
Bahkan, penyaluran untuk setiap daerah selalu melebihi dari kuota yang ditetapkan pemerintah. 

Misalnya, seperti dilansir Kompas.com, stok pupuk untuk Sumatera Utara sebanyak 33.334 ton per 22 Desember 2022 lalu. Angka total stok ini setara dengan 177 persen dari ketentuan pemerintah, yaitu 18.856 ton. 

“Jadi terkait dengan isu bahwa terjadi kelangkaan pupuk itu tidak tepat dan mendekati misinformasi. Yang terjadi adalah stok pupuk subsidi melimpah, namun jatah untuk petani dibatasi dan kebijakan itu adalah kewenangan pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Pertanian,” kata Elan.

Problem lain soal pupuk subsidi, lanjut Elan, adalah sumber daya manusia (SDM) petani yang rendah. Ia menyebutkan bahwa sekitar 80 persen petani tidak tergabung dalam kelompok tani. 

Lalu masalah selanjutnya adalah terkait dengan distribusi kartu tani. Elan menyebutkan bahwa tidak semua petani memiliki kartu tani dan ada indikasi jual beli kartu tani. Ini yang menurutnya sulit diterima. Terdapat jual beli kuota dari pemilik kartu tani kepada petani yang tidak memiliki kartu tani.

“Sistem Kepmen atau permen ini seperti ideal, tapi sesungguhnya banyak yang harus dievaluasi, terutama soal implementasinya,” kata Elan.

“Perlu monitoring yang sangat rumit dan ketat. Belum lagi soal sawah tadah hujan sering kali pupuk subsidi datang di saat yang tidak tepat,” lanjutnya. (Rd)