Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes), diajak bersinergi dalam penanganan kekerdilan atau stunting di desa dengan angka penderita tinggi.

Foto : Mendes PDTT Ajak BKKBN dan Adinkes Sinergi Tangani Stunting di Desa

"Permasalahannya adalah, kita belum fokus pada desa-desa di wilayah-wilayah yang tinggi stuntingnya. Ini yang menurut saya nanti perlu kita sinergikan antara data di Kementerian Desa, dengan data di BKKBN, juga dengan Asosiasi Dinkes," ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, pada Jumat (17/3/2023).

Menteri Abdul Halim Iskandar menjelaskan, masalah terkait stunting di Indonesia yang sering dijumpai  di desa antara lain pendek (stunting), kekurangan gizi, dan kurus (wasting) untuk balita, serta anemia dan kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil.

Sebagai program prioritas nasional, pemerintah dipastikan terus berupaya semaksimal menghapus masalah stunting.

“Di antaranya dengan memanfaatkan Dana Desa sebagai salah satu instrumen pada pembangunan sumber daya manusia (SDM), sehingga diharapkan bisa mewujudkan desa sehat dan sejahtera,” kata Abdul Halim.

Menurut Mendes PDTT, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022 telah mengatur penggunaan Dana Desa untuk pencegahan stunting, demi mewujudkan desa sehat dan sejahtera. 

Sesuai nomenklatur Setwapres, kata dia, sebesar 20,22 persen Dana Desa telah dimanfaatkan untuk mengatasi dan menanggulangi masalah stunting.

"Pemanfaatan Dana Desa itu sangat erat kaitannya dengan urusan kesehatan, karena bicara tentang peningkatan SDM. Berarti di dalamnya terkait juga dengan stunting," jelas Menteri Abdul Halim.

Dia juga mengatakan, total anggaran yang digelontorkan pemerintah pusat dalam mendukung kemajuan pembangunan di desa atau Dana Desa pada 2022 mencapai Rp68 triliun. 

Selain untuk penanganan stunting, anggaran itu juga diperuntukkan pada program ketahanan pangan nasional dan penanggulangan kemiskinan ekstrem.

"Sementara, total Dana Desa di 2022 itu ada Rp68 Triliun. Sehingga 30,05 persen Dana Desa itu ada pemanfaatannya untuk urusan-urusan yang terkait dengan stunting," tandas Mendes PDTT. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, meminta seluruh puskesmas yang ada di Provinsi Kalimantan Timur untuk segera melengkapi USG dan Antropometri.

Sehingga, lanjut Menko Muhadjir upaya pencegahan stunting yang diupayakan dapat berjalan secara maksimal.

Hal tersebut disampaikannya dalam Roadshow Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Provinsi Kalimantan Timur pada Kamis (16/3/2023).

Berdasarkan data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka stunting di Provinsi Kalimantan Timur mengalami peningkatan pada 2022 sebanyak 1,1 persen pada 2021.

Pada 2022, prevalensi stunting di provinsi ini mencapai angka 23,9 persen berada di atas rata-rata nasional. Angka tersebut menempatkan Provinsi Kalimantan Timur berada di urutan ke-16 secara nasional.

"Saya juga memohon agar fungsi USG lebih dioptimalkan untuk ibu hamil, karena kalau bisa diketahui sejak dalam kandungan, upaya pencegahan stunting dapat dilakukan lebih dini," kata Menko Muhadjir.

Wakil Gubernur Kalimantan Timur Hadi Mulyadi kenaikan prevalensi stunting di Provinsi Kalimantan Timur disebabkan karena belum sinkronnya perencanaan program percepatan penurunan stunting di pusat dan daerah.

"Kami melihat tidak semua posyandu mempunyai alat ukur Antropometri. Lebih dari itu, kebutuhan akan air minum yang layak, air bersih, dan sanitasi yang baik juga belum sepenuhnya terpenuhi di sejumlah daerah," ujar Hadi.

Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah turut menyampaikan persoalan yang dihadapi oleh wilayahnya. Dimana perilaku meminum Tablet Tambah Darah (TTD).

Capaian TTD remaja putri kurang dari target Nasional (47,96 persen). Sehingga menyebabkan anemia pada remaja putri masih tinggi sebanyak 30 persen.

"Kami masih berusaha mengoptimalkan sosialiasi konsumsi tablet tambah darah melalui MoU antara Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan guna menargetkan siswi di seluruh sekolah," tutur Edi.

Selain uraian permasalahan yang disampaikan tersebut, Walikota Samarinta Andi Harun juga berharap adanya dukungan, tidak hanya dari pemerintah provinsi tetapi juga dari pemerintah pusat baik dalam bentuk peningkatan SDM maupun infrastruktur penunjang.

"Kami memerlukan pendampingan dan pelatihan teknis dari pemerintah pusat dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan TPPS. Selain itu juga kami butuh dukungan pembangunan infrastruktur dari pusat berkaitan dengan USG dan Antropometri," ujar Andi.(ip)