Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengemukakan keputusan mengakhiri status kedaruratan kesehatan masyarakat terkait pandemi COVID-19 di Indonesia berada di tangan Presiden Joko Widodo.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin

"Itu nanti Presiden Joko Widodo yang memutuskan, sesudah ada pernyataan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Nanti kami cari waktunya," katanya usai peluncuran Beasiswa Fellowship Luar Negeri di Gedung Kemenkes Jakarta, Senin.

Menkes masih mencari waktu senggang Presiden untuk berdialog tentang rencana mencabut status kedaruratan kesehatan terkait COVID-19 di Indonesia, menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Aturan tersebut tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19.

WHO telah menyatakan fase kedaruratan COVID-19 untuk seluruh negara di dunia resmi berakhir pada 5 Mei 2023 sejak digulirkan per 30 Januari 2020.

Keputusan itu diambil Sekretaris Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyasus usai menerima masukan dari Emergency Committee International Health Regulation pada pertemuan ke-15 secara virtual di Jenewa, Swiss.

Pertemuan itu digelar beriringan dengan situasi pandemi global yang cenderung menurun selama lebih dari setahun terakhir, kekebalan populasi meningkat dari vaksinasi dan infeksi alami, hingga penurunan angka kematian.

Berdasarkan laporan Satgas Penanganan COVID-19, kasus konfirmasi COVID-19 per 8 Mei 2023 naik sebanyak 1.149 kasus sehingga total angka kasus aktif saat ini berjumlah 17.829 kasus dengan spesimen 21.909 orang. Sementara angka kematian naik 21 kasus.

Angka tersebut masih berada di bawah ambang batas aman WHO maksimal 8.000 kasus aktif per hari di Indonesia. Sementara itu Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta semua lapisan dalam elemen masyarakat dapat memahami kondisi kenormalan untuk menghindari lonjakan kasus COVID-19 akibat merebaknya varian baru.
"Tren peningkatan kasus COVID-19 akibat paparan varian baru harus diimbangi dengan peningkatan pemahaman masyarakat terkait kondisi kenormalan baru pascapandemi," ujar Lestari dalam keterangannya, Senin.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sejak merebaknya subvarian baru, XBB 1.15 atau Kraken dan XBB.1.16 atau Arcturus di awal 2023, Indonesia mencatat 1.295 kasus baru COVID-19 per Minggu (7/5). Seiring itu terdapat kasus sembuh sebanyak 1.259 dan 20 pasien COVID-19 meninggal dunia.
Melihat kondisi ini, kata Lestari, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah harus benar-benar mempersiapkan masa transisi dari pandemi ke endemi dengan baik. Hal ini dapat dilakukan melalui sejumlah pemahaman terkait dengan kenormalan baru yang akan dijalani masyarakat.

Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) pada hari Jumat (5/5) telah mencabut status darurat COVID-19. Adapun COVID-19 telah menewaskan lebih dari 6,9 juta orang di berbagai negara.

Menurut dia, kenormalan baru pascapandemi, harus disikapi para pemangku kepentingan dan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Penyikapan tersebut bisa dalam bentuk penguatan surveilans kesehatan di tengah masyarakat, kesiapsiagaan fasilitas kesehatan dan obat-obatan, serta mempersiapkan kebijakan kesehatan lainnya.
Ia juga mengimbau masyarakat agar tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan. Upaya vaksinasi juga terus dijalankan terutama untuk meningkatkan perlindungan bagi kelompok masyarakat yang paling berisiko.

"Pemahaman terkait dengan kondisi kenormalan baru tersebut harus dipastikan menjadi pemahaman bersama masyarakat dan para pemangku kepentingan dalam upaya mengantisipasi potensi melonjaknya jumlah kasus COVID-19 pada masa datang," tutupnya.(Ant)