Memasuki masa pesta demokrasi di tahun politik ini, fenomena netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) nampaknya akan menjadi pembahasan yang selalu eksis dalam setiap Pemilihan Umum (Pemilu) atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Karenanya, netralitas ASN merupakan hal yang perlu dijaga dan terus diawasi secara seksama.

Kepala Bidang (Kabid) Penilaian Kinerja dan Disiplin Kepegawaian di BKPSDM Karawang, Gerry Sigit Samrodi menuturkan bahwasannya netralitas merupakan salah satu asas yang mengatur penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN.
Foto : Gerry Sigit Samrodi 

"Oleh karena itu, kami di BKPSDM Karawang mengingatkan kepada seluruh ASN yang berada di lingkungan Pemkab Karawang, senantiasa tuk bersikap profesional dengan menjaga kenetralitasannya (tidak berpihak atau ikut-ikutan mendukung peserta Pemilu) dalam menghadapi tahun politik ini," ungkap Gerry, di Karawang, Senin (1/5) siang.

Seperti penjelasan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lanjutnya, pengertian kata 'Netral' ini diartikan tidak berpihak. Yang di mana hal itu bermaksud untuk tidak ikut-ikutan memberikan dukungan, atau tidak membantu pencalonan dari salah satu pihak peserta Pemilu.

"Berkaitan dengan pengaturan netralitas ASN dalam Pemilu 2024 mendatang, peraturan perundang-undangan yang mengatur hal itu sangat beragam. Bahkan tidak hanya produk hukum yang berkaitan dengan Pemilu, tetapi secara khusus produk hukum yang mengatur tentang ASN ini pun dikeluarkan oleh lembaga kementerian," tuturnya.

Selain Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan bidang unit kerjanya di BKPSDM Karawang, Gerry menilai bahwa keduanya merupakan satu kesatuan lembaga pemerintahan yang memiliki peranan tuk mencegah, dan juga memiliki fungsi kewenangan untuk memberikan sanksi hukuman dalam menindaklanjuti temuannya atas dugaan-dugaan pelanggaran terhadap netralitas ASN.

"Peran ASN dalam Pasal 12 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ini berbunyi bahwa pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan serta pembangunan nasional. Artinya, melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional ini, maka ASN bebas dari intervensi politik," jelasnya.

Lebih lanjut mantan Sekertaris KPU Kabupaten Karawang ini menyebut, bahwa adapun larangan ASN diantaranya yaitu dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah dan wakil kepala daerahnya, atau calon lainnya yang menjadi peserta Pemilu.

"Apalagi dengan cara terlibat langsung ke dalam kegiatan kampanye untuk mendukung keikutsertaan seseorang maupun suatu kelompok peserta Pemilu (partai politik), dengan menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye tersebut, tentunya hal itu dinilai sangat bertolak belakang dengan aturan perundang-undangan," terangnya.

"Kemudian larangan ASN lainnya ialah, membuat tindakan keputusan yang menguntungkan ataupun merugikan salah satu peserta Pemilu selama masa kampanye berlangsung. Larangan tersebut, seperti tertuang pada aturan ASN dalam Pasal 4 ayat (15) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil," lanjut dia memaparkan.

Masih dikatakan Gerry, ASN juga dilarang untuk mengadakan kegiatan yang mengarah terhadap keberpihakan kepada para calon yang menjadi peserta pemilu pada saat sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye berlangsung. "Larangan ASN ini turut meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada para ASN di dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat luas lainnya. Maka hal itu dilarang dilakukan oleh seseorang yang berstatus sebagai ASN," paparnya.

Kendati sering diartikan bahwa ASN memiliki dua baju, baik baju kemeja saat menjadi warga negara, juga baik baju seragam ASN saat menjadi seorang pegawai negeri sipil. Akan tetapi hal itu jadi fenomena menarik yang di mana dinding pemisah dari keduanya sangatlah tipis. "Ketika memakai baju kemeja, ia dapat bertindak bebas. Sedangkan saat memakai seragam ASN, ia harus patuh terhadap peraturan perundang-undangan dan menjalankan prinsip akan kenetralitasan seorang ASN," ungkap Gerry.

Menurutnya, kendati ASN dituntut untuk menjalankan amanahnya sebagai abdi negara yang bekerja semata-mata demi kesejahteraan rakyat dan bukan untuk kepentingan suatu golongan atau partai politik tertentu, namun pada dasarnya istilah netralitas ini harus dipahami secara benar oleh ASN. Sehingga netralitas ini juga tidak diatur untuk membelenggu kebebasan ASN dalam mewujudkan aspirasi politiknya.

"Azas netralitas ASN telah diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Netral bagi ASN, artinya setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun dan tidak memihak terhadap kepentingan siapapun," tegasnya.

Meskipun ASN mempunyai hak memilih, kata Gerry melanjutkan, tetapi selama seseorang itu masih menjadi ASN, maka hak memilihnya tidak boleh diungkapkan kepada orang lain dan hanya cukup dirinya sendiri. Apalagi mengajak orang lain untuk mendukung yang didukung dirinya. "ASN mempunyai hak untuk dipilih, dan jika ingin dipilih atau mencalonkan diri dalam pemilu maupun pilkada, maka harus mengundurkan diri terlebih dahulu dari status jabatannya sebagai ASN," jelasnya lagi.

Untuk dapat menjaga kenetralitasan para ASN di lingkungan Pemkab Karawang, tambah Gerry mengimbau, tidak hanya pengawasan dari Bawaslu serta Bidang Penilaian Kinerja dan Disiplin Kepegawaian di BKPSDM Karawang saja, melainkan semua masyarakat harus ikut serta mengawasi kenetralan dari para ASN di lingkungan birokrasi pemerintahannya.

"Disamping itu, ASN sendiri juga harus paham dan mengetahui arti dari netralitas tersebut supaya tidak ada ambiguitas dalam netralitas ASN. Terlebih lagi, agar tidak menimbulkan sejumlah pelanggaran dalam menghadapi tahun politik ini," imbuhnya.(gj/red)