Breaking News
---

Pelarangan Sosial Commerce Belum Maksimal Lindungi UMKM

Lembaga Kajian Ekonomi dan Keuangan INDEF menilai positif terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023.  Permendag itu melarang sosial commerce melakukan transaksi jual beli, tapi hanya boleh untuk keperluan promosi barang dan jasa saja.(4/10/23).

Foto ilustrasi : Perdagangan Onlien

Meski demikian INDEF melihat Permendag tersebut belum maksimal untuk melindungi produk lokal, maupun pelaku UMKM.  Karena masih ada celah bagi  bagi pelaku sosial commerce untuk mempromosikan produk impor. 

“Dampak pelarangn satu sosmed yang menyediakan transaksi belanja dan pembayarannya tidak terlalu signifikan bagi masyarakat. Karena penjulan maupun konsumen masih punya banyak alternatif untuk melakukan transaksi jual beli,” kata Ekonom Senior INDEF Esther Sri Astuti dalam Diskusi Publik mengenai Larangan Transaksi Social Commerce yang diselenggarakan secara daring, Selasa (3/10/2023).

Esther juga mengkritisi  tidak adanya pembatasan harga dan jenis produk yang boleh dipromosikan di sosial media.  Ketidakjelasan itu bisa membuat semakin membanjirnya produk impor ke Indonesia.

“Permendag Nomor 31 Tahun 2023 merupakan peluang promosi besar-besaran produk Indonesia di sosial media. Tapi batasan atau range harga serta produk impor apa saja yang boleh masuk juga harus lebih jelas, agar tidak terjadi tsunami produk impor,” ujar Esther.

Terkait hal tersebut, Peneliti INDEF bidang Ekonomi Digital dan UMKM Nailul Huda mengatakan, selama ini belum ada kewajiban pelaku Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) untuk melakukan tag-ing produk impor.

“Padahal tag-ing ini sangat penting untuk membuat kebijakan mengenai barang impor  di PMSE. Dengan adanya tag-ing pemerintah bisa mendapatkan gambaran nyata banjir produk impor dan dari mana asalnya,” ucap Nailul Huda.

Nailul juga menegaskan pentingnya penetapan persentase produk lokal UMKM dalam etalase perdagangan, utamanya di lokapasar. Seperti kewajiban yang diterapkan di ritel modern, untuk memberikan ruang bagi penjualan produk lokal UMKM minimal 30 persen. 

“Untuk lebih mengedepankan produk lokal UMKM, ada baiknya juga diterapkan aturan pelarangan fasilitas promo untuk produk impor. Di sisi lain juga meningkatkan literasi digital bagi UMKM agar bisa memanfaatkan  perdagangan melalui media sosial mupun loka pasar,” kata Nailul.(*)

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan