Sepanjang September hingga Desember 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta perbankan memblokir rekening yang teridentifikasi terkait aktivitas ilegal. Aktivitas ilegal tersebut berupa pinjaman online (pinjol) ilegal, dan aktivitas judi online.

"OJK telah meminta perbankan memblokir lebih dari 85 rekening yang terduga terkait pinjol ilegal. Selain itu juga memerintahkan perbankan memblokir lebih dari 4.000 rekening diduga terkait judi online," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam keterangan pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK di Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Langkah pemblokiran tersebut, sambung Dian, untuk meminimalisir dan membatasi ruang gerak pelaku melalui sistem perbankan. Untuk itu, OJK juga meminta bank-bank untuk meningkatkan Customer Due Diligence (CDD) dan Enhanced Due Diligence (EDD).

"Keduanya untuk mengidentifikasi nasabah atau calon nasabah yang masuk dalam daftar judi online. Juga tindak pidana lainnya yang dilakukan melalui perbankan," ucap Dian Ediana.

Selain itu, OJK juga meminta perbankan untuk mengembangkan sistem yang mampu melakukan profiling perilaku judi online. Sehingga pihak bank dapat mengenali secara dini aktivitas judi online dan memblokirnya secara mandiri.

"Informasi rekening yang terkait judi online dan teknis pemblokiran rekening dapat berkordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait. Antara lain dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama industri perbankan," ujar Dian menutup keterangannya.


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga di tengah risiko perlambatan ekonomi global. Hal ini karena dukungan permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga.

Demikian disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, usai Rapat Dewan Komisioner OJK pada Selasa (9/1/2024). "Sehingga, sektor jasa keuangan nasional diharapkan mampu menghadapi potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global," ujarnya.

Mahendra mengatakan indikator perekonomian global menunjukkan moderasi atau perlambatan pertumbuhan terutama di negara-negara Uni Eropa dan Tiongkok. Perlambatan ini mendorong penurunan inflasi mendekati target inflasi, sehingga memberikan ruang bagi bank sentral untuk lebih akomodatif.

Sebut saja The Fed, bank sentral Amerika Serikat (AS), yang mengisyaratkan penurunan suku bunga sebanyak 75 basis poin pada 2024. "Pasar menilai ekonomi AS masih cukup berdaya tahan dan diperkirakan tidak akan mengalami resesi," ujarnya.

Pelaku pasar juga mencermati perkembangan geopolitik ke depan, seperti eskalasi ketegangan di Laut Merah sebagai imbas konflik Palestina-Israel. Demikian pula dengan pemilu di negara-negara dengan jumlah populasi besar seperti AS, India, Indonesia, Uni Eropa, dan Taiwan.

Menurut Mahendra, sentimen pasar global pada Desember 2023 cenderung positif. Hal ini didukung ekspektasi penurunan suku bunga The Fed dan narasi 'soft landing' (terhindar dari resesi) di AS. "Kondisi tersebut mendorong kembalinya aliran dana masuk ke emerging market dan penguatan pasar keuangan global termasuk Indonesia," ucapnya. Sehingga, volatilitas pasar saham, surat utang, serta nilai tukar juga terpantau menurun.

Sementara itu, indikator utama perekonomian dometik juga terpantau positif. Ini ditandai dengan surplus neraca perdagangan, indeks manufaktur yang ekspansif, dan inflasi rendah (2,61 persen per tahun).

Namun, kata Mahendra, permintaan domestik masih perlu dicermati seiring masih berlanjutnya penurunan inflasi inti dan optimisme konsumen. Di samping itu, pertumbuhan barang ritel dan kendaraan bermotor juga masih melandai.(*)