Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperingatkan waspada dampak bencana angin puting beliung selama musim penghujan. Khususnya di sebagian besar wilayah Indonesia yang diprakirakan berlangsung hingga akhir bulan Februari 2024.

Deputi Bidang Meteorologi Guswanto mengatakan bahwa secara visual puting beliung merupakan fenomena angin kencang. Di mana berbentuk berputar menyerupai belalai dan biasanya dapat menimbulkan kerusakan di sekitar lokasi kejadian.

"Angin puting beliung terbentuk dari sistem awan penghujan atau cumulonimbus. Ini yang memiliki karakteristik menimbulkan terjadinya cuaca ekstrem," kata Guswanto, Kamis (22/2/2024). 

Hal demikian, menurut dia, sangat mungkin terjadi setelah BMKG memonitor. Bahwa terdapat beberapa fenomena atmosfer yang terpantau masih cukup signifikan dalam beberapa hari ke depan.

Ia menyebutkan, fenomena atmosfer itu juga dapat memicu peningkatan curah hujan yang disertai kilat dan angin kencang di sejumlah wilayah Indonesia. Seperti aktivitas Monsun Asia yang masih dominan, aktivitas gelombang atmosfer di sekitar Indonesia bagian tengah dan timur.

"Serta terbentuknya pola belokan dan pertemuan angin. Ini yang memanjang di Indonesia Bagian Tengah dan Selatan," ujarnya. 

Untuk itu BMKG memetakan sebanyak 25 daerah yang berpotensi terjadi hujan sedang dengan potensi disertai pembentukan awan kumolunimbus. Seperti Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali.

Kemudian, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo. Lalu Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Papua.

Lebih jauh ia mengimbau masyarakat mesti waspada terhadap terjadinya cuaca ekstrem berupa hujan sedang hingga lebat yang disertai dengan kilat atau petir. Termasuk juga angin kencang pada sore hari, terutama pada hari dimana terjadi pemanasan kuat antara pukul 10.00 hingga 14.00 waktu setempat.

"Hal tersebut biasanya ditandai dengan jenis awan yang berwarna gelap, dan menjulang tinggi. Seperti kembang kol dan terkadang memiliki landasan pada puncaknya seperti awan jenis kumulonimbus," ucapnya. (*)