Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan fenomena puting beliung yang terjadi di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, bukan akibat perubahan iklim. Melainkan faktor-faktor yang bersifat lokal.(24/2/24).

BRIN: Puting Beliung Rancaekek Bukan Akibat Perubahan Iklim

"Fenomena itu hanya local effect. Bukan global effect," kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan, Jumat (23/2/2024). 

Eddy mengatakan hipotesis terbentuknya puting beliung akibat perubahan tata guna lahan di Rancaekek. Dahulu kawasan itu adalah perkebunan jati yang hijau yang membuat lingkungan relatif sejuk dan bersih. 

Sekarang daerah itu telah berubah menjadi kawasan industri dan pemukiman padat. Menurutnya, industri banyak menghasilkan emisi gas rumah kaca yang mengurung panas matahari. 

Kondisi itu membuat Rancaekek menjadi kawasan bertekanan rendah yang mengisap uap air dari daerah sekeliling. Tentu hal ini membentuk awan-awan besar kumulonimbus. 

Pertemuan dua massa uap air dari arah timur dan barat, kemudian diperkuat dari arah selatan Samudera Hindia. Ketiga massa uap air tersebut berkumpul di Rancaekek dan menciptakan puting beliung.

"Perubahan iklim adalah frekuensi kejadian ekstrem meningkat, misalnya di Rancaekek yang dahulu setahun ada tiga kali bencana menjadi enam kali bencana. Sifat perubahan iklim tidak lokal, tetapi global dengan cakupan wilayah yang sangat luas," ujarnya. 

"Kalau puting beliung di Rancaekek dibangkitkan oleh perubahan iklim. Maka bukan hanya Rancaekek saja yang mengalami bencana itu, tetapi Pantai Utara Pulau Jawa juga," katanya. (*)