Bareskrim Mabes Polri menerangkan alur pelaporan dugaan pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024. Terkait Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pemimpin sektor penanganan pelanggaran Pemilu Serentak 2024 dengan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).(6/3/24).

"Berdasarkan Pasal 454 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Yaitu, berbunyi: Laporan pelanggaran Pemilu merupakan laporan langsung warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih, peserta pemilu, dan pemantau pemilu," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipiddum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Selasa (5/3/2024).

Foto : Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro,

"Kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan atau Pengawas TPS. Pada setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu."

Berdasarkan peraturan tersebut, kata dia, Bawaslu memiliki kewenangan menerima laporan terkait Pemilu Serentak 2024. "Dimaknai satu-satunya lembaga berwenang menerima laporan pelanggaran pemilu adalah Bawaslu," ujar Brigjen Djuhandhani.

Selanjutnya, kata dia, Bawaslu melalui Sentra Gakkumdu, terdiri dari Bawaslu, Polri, dan Kejaksaan. "Kami akan menindaklanjuti laporan dengan melakukan gelar, untuk mengkaji ada, atau tidaknya unsur pelanggaran," kata dia.

Dia juga menerangkan, melalui mekanisme Bawaslu, jika perkara adalah dugaan etik. "Maka, diteruskan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)," ucap dia. 

Sedangkan, kata dia, jika pelanggaran administrasi, maka akan diselesaikan oleh Bawaslu. "Dan jika termasuk pelanggaran Undang-Undang lainnya, maka akan diteruskan ke instansi yang berwenang," kata Brigjen Djuhandhani.

Dia menegaskan, mekanisme tersebut, mengacu pada Pasal 455, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Yaitu, berbunyi:

1) Temuan dan laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 454 ayat (7) dan ayat (8) yang merupakan:

a) pelanggaran Kode Etik KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota, diteruskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota kepada DKPP;

b) pelanggaran administratif Pemilu diproses oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS sesuai dengan kewenangan masing-masing; dan

c) pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang bukan pelanggaran Pemilu, bukan sengketa Pemilu, dan bukan tindak pidana Pemilu:

1) diproses oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS sesuai dengan kewenangan masing-masing; dan/atau

2) diteruskan kepada instansi atau pihak yang berwenang.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan temuan dan laporan pelanggaran Pemilu diatur dengan Peraturan Bawaslu.

"Jika laporan ternyata pelanggaran pidana? Maka, berdasarkan Pasal 476 Undang-Undang 7 tahun 2017 diteruskan ke Polri," kata Brigjen Djuhandhani.

Dia mengatakan, mekanisme pelaporan ini perlu diketahui publik. "Mengingat, saat ini masih dalam momen rangkaian tahapan pemilu," ujar dia. 

Sebab, kata dia, Polri akan menindaklanjuti investigasi laporan dugaan pidana terkait pemilu. "Sesuai rekomendasi Bawaslu dan tidak ada laporan pelanggaran pidana pemilu yang langsung disampaikan oleh masyarakat ke Polri," kata dia. 

"Tanpa melalui Bawaslu."

Sebagai bahan informasi lain, Bareskrim Mabes Polri telah melimpahkan berkas perkara tujuh tersangka Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia. Terkait dugaan penambahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024.

"Berkas perkara telah dilaksanakan pelimpahan, pada Senin (4/3/2024). Atau, tahap 1 ke Kejaksaan," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam keterangan tertulis, Selasa (5/3/2024).

Dia menerangkan, Jaksa Peneliti dari Kejaksaan akan memeriksa kelengkapan berkas perkara. "Materiil dan formil," ujar Brigjen Djuhandhani.

"Selanjutnya, kami menunggu hasil penelitian jaksa. Apakah masih ada kekurangan atau perubahan ataukah sudah dianggap lengkap."

Berdasarkan hasil gelar perkara, pada Rabu (28/2/2024), Djuhandani memastikan terdapat unsur pidana pelanggaran pemilu. "Berupa penambahan dan pemalsuan data yang dilakukan oleh tujuh PPLN Kuala Lumpur," ujar dia.

Dugaan penambahan dan pemalsuan data tersebut, kata dia, terjadi setelah KPU mengeluarkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). Yaitu, sebanyak 493.856 suara untuk wilayah Kuala Lumpur.

"Data milik KPU yang kemudian digunakan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih). Untuk kembali dicocokkan dan diteliti (Coklit) secara langsung," ucap dia.

Sebab, kata dia, dari DP4 KPU RI untuk pemilih di Kuala Lumpur adalah sejumlah 493.856 pemilih. "Sementara yang telah dilakukan Coklit oleh Pantarlih hanya sebanyak 64.148 pemilih," kata dia.

Total Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) dilaporkan PPLN Kuala Lumpur, lanjut dia, justru berjumlah 447.258 pemilih. "Sesuai Berita Acara Nomor: 009/PP/05. I-BA/078/2023 tanggal 21 Juni 2023," katanya. 

"Daftar Pemilih Tetap dan Data Pemilih yang ditetapkan oleh PPLN Kuala Lumpur dilakukan dengan cara tidak benar." Selain itu, kata dia, tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

"Hanya berdasarkan perhitungan persentase dari kesepakatan loby-loby dengan perwakilan partai politik," kata Brigjen Djuhandhani.

Kabar sebelumnya, sebanyak tujuh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana Pemilu 2024. Hal ini disampaikan, Direktur Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro. 

“Kami tetapkan tujuh tersangka. Penetapan tersangka ini dilakukan usai melakukan gelar perkara pada Rabu 28/2/2024,” kata Djuhandhani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Kamis (29/2/2024). 

Menurut Djuhandhani, penyidikan kasus ini sudah dilakukan sejak penyudik menerima laporan. Laporan itu No:LP/B/60/II/SPKT Bareskrim Polri, tanggal 20 Februari 2024 dengan pelapor Rizky Al Farizie.

“Dari laporan polisi tersebut diterbitkan surat perintah Kabareskrim Nomor: Sprin/1635/II/RES.1.24./2024/ Bareskrim, tanggal 28 Februari 2024. Hasil gelar perkara ditemukan adanya dugaan tindak pidana berupa dengan sengaja menambah dan mengurangi daftar Pemilih dalam Pemilu 2024,” ujarnya. 

 Ia mengatakan pelanggaran ini telah melanggar ketentuan dalam Pasal 545 dan/atau Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Tentang Pemilihan Umum, yang terjadi di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia.

"Sesuai fakta-fakta yang ditemukan dalam gelar perkara, enam tersangka diduga menambah atau mengurangi daftar pemilih. Satu tersangka diduga sengaja memalsukan data dan daftar pemilih," kata Djuhandhani.(*)