Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, iuran BPJS Kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu dijamin oleh pemerintah. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

"Pemerintah pusat itu sebetulnya ada 96,8 juta yang dialokasikan. Namun, yang memakainya baru 96,7 juta selain itu ada yang dari APBD memberikan juga," kata Ghufron, Rabu (13/3/2024).

Foto ilustrasi kartu BPJS

Ghufron menyarankan, bagi masyarakat yang tidak mampu untuk mengecek keaktifannya sebagai peserta BPJS Kesehatan. Terlebih dahulu, harus mendaftarnya. 

"Untuk yang tidak mampu itu karena ini dibayari oleh pemerintah pusat maka harus masuk di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)," ujarnya. Menurut Ghufron, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial  ini bukan ditentukan BPJS Kesehatan. 

Melainkan ditentukan Kementerian Sosial (Kemensos). "BPJS dalam hal ini sebagai pengguna saja. Kalau mengeceknya di daerah di Dinas Sosial," ucapnya.

Ghufron mengatakan, pengecekan berkala harus dilakukan secara berkala oleh masyarakat. Namun, kata dia, yang sering terjadi masyarakat tidak mampu mengira keanggotaannya aktif terus.

"Itu bukan hilang otomatis tetapi harus mengeceknya. Kalau memenuhi syarat bisa dicek di Dinas Sosial atau Kemsnsos," katanya.

Di sisi lain, Ghufron menjamin setiap warga negara dapat menjadi peserta BPJS Kesehatan. Ia menyebut hingga 8 Maret 2024 peserta 268,8 juta penduduk Indonesia menjadi peserta BPJS Kesehatan. 

"Kita ini tentu memahami bahwa di BPJS Kesehatan ini pesertanya tidak hanya masyarakat tidak mampu. Tetapi semua warga bangsa," ujarnya. 

Menurutnya, kepersertaan pertama, ada peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri. Yang iurannya dibayarkan sendiri.

Kedua, memang ada pekerja penerima upah. Baik yang formal non-pemerintah yaitu pekerja sektor formal di perusahaan dan lain-lain. Kemudian, peserta penerima upah tetapi ASN.

Lalu, peserta penerima iuran atau diperuntukan bagi masyarakat tidak mampu, dimana semua masyarakat menyatu menjai peserta BPJS Kesehatan. "Bahkan, warga negara asing kalau sudah 6 bulan bekerja di Indonesia juga bisa ikut," ujarnya. (*)