![]() |
| Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Mike Johnson, R-La., berbicara kepada wartawan di luar kantornya pada hari ke-28 penutupan pemerintahan (government shutdown). (Foto : AP/Scott Applewhite) |
Amerika Serikat: Kebuntuan shutdown pemerintahan Amerika Serikat (AS) kini memasuki hari ke-33 dan diperkirakan akan berlarut hingga minggu keenam, mengancam untuk memecahkan rekor penutupan terlama dalam sejarah AS yang sebelumnya terjadi pada tahun 2019.
Ketegangan memuncak setelah Presiden Donald Trump mendesak Partai Republik untuk mempertimbangkan perubahan aturan Senat guna menghapus filibuster sebuah taktik yang memungkinkan minoritas menghalangi pemungutan suara demi memaksa pembukaan kembali layanan publik.
Situasi ini semakin kritis karena kedua belah pihak bersikeras pada posisi masing-masing. Partai Demokrat telah menolak tawaran pembukaan kembali pemerintahan sebanyak 13 kali di Senat, menuntut negosiasi terlebih dahulu untuk menjamin perpanjangan subsidi layanan kesehatan yang akan berakhir tahun ini.
Sementara itu, Partai Republik menegaskan bahwa mereka tidak akan bernegosiasi apa pun sampai layanan pemerintahan dibuka kembali.
Trump 'Tak Mau Tahu', Desak Republikan Bersikap Keras
Seruan Trump untuk menyingkirkan filibuster dilontarkan untuk mempercepat pembukaan kembali pemerintahan.
"Itulah mengapa Presiden Trump mengatakan Partai Republik perlu bersikap keras, mereka perlu menjadi cerdas, dan mereka perlu menggunakan opsi ini untuk menyingkirkan filibuster, untuk membuka kembali pemerintahan dan berbuat benar demi masyarakat Amerika," kata Leavitt di program “Sunday Morning Futures” Fox News.
Namun, desakan tersebut tampaknya menjadi pengalih perhatian bagi Senator Republik garis tengah, yang lebih memilih mempertahankan pendekatan bertahap, berharap setidaknya lima anggota Demokrat moderat akan membelot untuk memberikan mereka suara mayoritas 53-47 yang dibutuhkan untuk meloloskan RUU pembukaan kembali.
Dampak Shutdown Kian Akut: Gaji Tertunda dan Krisis Pangan
Di tengah kebuntuan politik di Capitol Hill, konsekuensi bagi jutaan warga AS kian terasa. Para pengontrol lalu lintas udara dan pekerja federal lainnya telah melewatkan dua kali hari gajian, memunculkan krisis kemanusiaan.
Menteri Transportasi Sean Duffy mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam mengenai dampak ini, terutama di sektor transportasi. "Banyak pekerja [federal] dihadapkan pada keputusan:
Apakah saya menyediakan makanan di meja anak-anak saya, apakah saya mengisi bensin di mobil, apakah saya membayar sewa atau saya pergi bekerja tanpa digaji?" ujar Duffy di acara “This Week” ABC.
Puncaknya, Newark Airport mengalami penundaan penerbangan hingga dua jam akibat kekurangan staf di menara kontrol, sebuah insiden yang disebut Federal Aviation Administration (FAA) hanya akan "bertambah buruk".
"Penundaan rata-rata sekitar 2 jam, dan beberapa penerbangan lebih dari 3 jam terlambat," tulis akun Twitter departemen manajemen darurat New York City.
Selain itu, program bantuan pangan SNAP (Supplemental Nutrition Assistance Program) yang menopang 42 juta orang Amerika juga terancam. Walaupun dua hakim federal telah memerintahkan pendanaan, House Democratic Leader Hakeem Jeffries menuduh pemerintahan berupaya "mempersenjatai kelaparan."
"Entah bagaimana mereka tidak dapat menemukan uang untuk memastikan bahwa orang Amerika tidak kelaparan," kata Jeffries di “State of the Union” CNN.
Menteri Keuangan Scott Bessent membalas, menegaskan bahwa solusi tercepat adalah bagi lima anggota Demokrat untuk menyetujui pembukaan kembali pemerintahan.
Upaya Kompromi dan Pekan Krusial
Meski Trump menunjukkan "sedikit minat" untuk bernegosiasi secara langsung, beberapa anggota Demokrat moderat dilaporkan sedang dalam pembicaraan informal dengan Republikan tingkat bawah.
Pembicaraan ini berpusat pada kemungkinan kompromi: pembukaan kembali pemerintahan ditukar dengan jaminan pemungutan suara untuk isu layanan kesehatan.
Senator Virginia, Tim Kaine (Demokrat), mengonfirmasi adanya kelompok yang membahas "jalan keluar untuk memperbaiki malapetaka layanan kesehatan."
Namun, hingga kini, Partai Demokrat tetap kompak, dengan Senator Mark Warner (Demokrat) menyatakan bahwa kebuntuan tidak akan berakhir tanpa restu dari Presiden Trump.
"Mereka [Republikan] tidak dapat bergerak pada apa pun tanpa tanda tangan Trump," kata Warner di “Face the Nation” CBS.(*)

