Penasihat Khusus Presiden bidang Haji, Muhadjir Effendy, mengungkapkan bahwa sistem baru ini akan menetapkan masa tunggu haji menjadi rata-rata 26 tahun secara nasional.
“Ada kebijakan yang menurut saya cukup signifikan dari Kementerian Haji, yaitu penyamaan atau penyetaraan masa tunggu haji,” kata Muhadjir di kutip Jumat (7/11).
Sebelumnya, masa tunggu jemaah haji di berbagai wilayah Indonesia sangat bervariasi, mulai dari 15 tahun hingga ada yang melebihi 40 tahun.
Dengan kebijakan baru ini, Muhadjir menjelaskan masa tunggu akan diratakan menjadi antara 25 sampai 26 tahun di seluruh Indonesia.
Sistem Antrean Nasional dan Dampak Ekonomi
Perubahan krusial lainnya adalah penentuan keberangkatan jemaah kini tidak lagi didasarkan pada kuota wilayah, melainkan berdasarkan urutan pendaftar secara nasional yang telah memenuhi syarat, termasuk syarat kemampuan atau istitha'ah.
“Jadi tidak lagi ditetapkan berapa jumlah yang akan berangkat di masing-masing wilayah seperti dahulu, tetapi berapa pendaftar yang sudah memenuhi syarat,” lanjut Muhadjir.
Selain penyetaraan masa tunggu, Pemerintah juga tengah menginisiasi rencana besar untuk mempersingkat masa tinggal jemaah haji di Arab Saudi.
Salah satu strategi utama yang sedang dijajaki adalah penggunaan Bandara Internasional Taif sebagai pintu masuk dan keluar tambahan bagi jemaah Indonesia.
Menurut Muhadjir, Bandara Taif memiliki keunggulan dua runway yang mampu melayani pesawat berbadan lebar.
Pemanfaatan Bandara Taif sebagai alternatif bandara ketibaan dan keberangkatan diperkirakan dapat menekan masa tinggal jemaah haji menjadi hanya 30 hingga 35 hari.
“Kalau Taif bisa dijadikan pilihan, mereka menyiapkan 10 slot per hari, berarti kita bisa 27 kali penerbangan sehari. Kalau itu terjadi, kita bisa menghemat dan menekan masa tinggal di sana sekitar 30 sampai 35 hari saja. Dengan itu, otomatis biaya akan berkurang, mulai dari penginapan, katering, dan lainnya,” jelas Muhadjir.
Pengurangan masa tinggal ini memiliki implikasi ekonomi yang signifikan. Efisiensi waktu secara langsung akan berpotensi mengurangi biaya keseluruhan penyelenggaraan ibadah haji (BPIH), termasuk penginapan, katering, dan komponen lainnya, yang pada akhirnya akan meringankan beban finansial calon jemaah.(*)

