PELITAKARAWANG.COM.- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menganggap aneh apabila ada permintaan uang pokok pemikiran atau yang dikenal sebagai 'uang pokir' yang dilakukan oknum-oknum anggota legislatif.

Menurut Laode, tugas legislator dalam penyampaian pokok-pokok pikiran kepada eksekutif dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah sudah sepatutnya dijalankan secara wajar.

"Jadi kalau kita sekarang jadi anggota (legislatif) seharusnya kalau dia itu mendiskusikan sesuatu dia harus berpikir kan tidak boleh tidak berpikir, tapi sekarang itu harus dibayar khusus ada uang pokok pikiran, memang seperti itu agak aneh," kata Laode dalam diskusi di Taman Suropati, Jakarta, Minggu (9/12/2018).

Ia juga menyoroti istilah uang 'ketok palu' yang seringkali dilakukan oleh oknum anggota Dewan yang menjadi pelaku korupsi.

Apabila 'uang pokir' atau 'uang ketok palu' tersebut tak dipenuhi, kata Laode, pembahasan atau pengesahan anggaran justru akan dihambat.

"Mereka meminta sesuatu mulai dari awal tidak akan disetujui anggaran kabupaten, provinsi atau bahkan kementerian, lembaga kalau tidak ada uang ketok palunya, jadi ada dua, ada uang pokir dan uang ketok, jadi banyak istilahnya," kata dia.

Laode pun mengaku sudah cukup sering mengingatkan kepada jajaran eksekutif dan legislatif di berbagai daerah untuk menghindari praktik-praktik tersebut.

KPK sendiri tercatat pernah menangani berbagai kasus dugaan korupsi yang menggunakan praktik tersebut. Beberapa di antaranya seperti kasus di Provinsi Jambi, Kota Malang, Kabupaten Kebumen.