Breaking News
---

TKW sayang, TKW malang

KARAWANG.- Bangsa ini dikejutkan musibah kemanusiaan yang menyedihkan, memilukan dan memalukan; seorang TKW kita dianiaya dan disiksa majikannya di Arab Saudi. Wanita malang itu bernama Sumiati. Badannya penuh luka bakar, kedua kakinya nyaris lumpuh, kulit tubuh dan kepalanya terkelupas, jari tengahnya retak, alis matanya rusak dan lebih parahnya lagi bibir bagian atas gadis yang berusia 23 tahun itu digunting majikannya. Luka Sumiati memang sangat parah, tapi luka bangsa ini harusnya lebih parah lagi.

Belum tuntas penyidikan kasus Sumiati, Kikim Komalasari , TKW asal Cianjur Jawa Barat menjadi korban pembunuhan yang diduga dilakukan majikannya. Tubuh malang Kikim ditemukan di tong sampah umum di kota Abha, dengan leher tergorok tiga hari menjelang Hari Raya Idul Adha. Mungkin sang majikan menganggap bahwa Kikim layaknya seperti seekor unta yang harus dikorbankan di hari raya Idul Adha kali ini.

Apa yang dialami Sumiati dan Kikim yang malang, menambah catatan jumlah TKI Indonesia yang mengalami penyiksaan dan pembunuhan di luar negeri.  Seorang tenaga kerja wanita asal Desa Muara Baru, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Kastem bin Rustam, dikabarkan mengalami gangguan mental setelah mendapat penyiksaan dari majikannya di Abu Dhabi, Arab Saudi. Menurut keterangan temannya yang melarikan diri dan pulang ke Karawang, Kastem setiap hari disiksa majikannya. Mulai dari kepala sampai tubuhnya dipukul dengan benda tumpul, sampai sekujur badannya penuh luka. Rencananya, pada Senin (22/11). Keluarga Kastem akan mendatangi DPR-RI, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia serta akan mendatangi PJTKI yang memberangkatkan Kastem, untuk meminta agar Kastem segera dipulangkan.

Tahun 2009, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Jatiluhur, Kab Purwakarta, Jawa Barat, Hermayanti bin Sardi,27, menjadi korban penyiksaan majikannya di Saudi Arabia. Tak tahan menerima siksaan, ibu dua anak itu nekat meloncat dari lantai lima apartemen hingga mengakibatkan kelumpuhan permanen. “Hampir setiap hari saya mendapat perlakukan keras dari majikan perempuan seperti diludahi, dijambak, dipukul dan sebagainya,” kata Hermayani saat dimintai keterangannya.Tak tahan mendapat perlakukan kasar, Hermayani berinisiatif untuk melarikan diri dari rumah sang majikannya, namun sayang ketika korban akan kabur tiba-tiba meluncur dari lantai lima apartemen majikannya.

Kasus penganiayaan TKW asal Indonesia juga terjadi di Malaysia. Adalah Siti Hajar, 33, TKW asal Jawa Tengah pernah mengalami penyiksaan dari majikannya. Selain disiram dengan air panas, juga sering dipukul dengan kayu di sekujur tubuhnya jika melakukan kesalahan dalam bekerja. Selain penyiksaan, Siti Hajar juga tidak pernah menerima gaji selama selama masa kerjanya, 34 bulan.

Kejadian mengenaskan sudah pernah juga dialami oleh Nirmala Bonat, TKW asal Nusa Tenggara Timur. Oleh majikannya, dadanya disterika, badannya disiram air panas hingga  melepuh, dan kepalanya dipukul hanger hingga menimbulkan luka parah dan sadis. Lebih parahnya, majikan yang menyiksa Nirmala tidak mengakui kesalahannya, dan mengatakan  hal tersebut merupakan perbuatan Nirmala sendiri, yang oleh majikan dianggap memiliki kelainan jiwa. Sementara majikan Siti Hajar, mengakui kesalahannya, kemudian meminta maaf dan bersedia membayar seluruh gaji Siti Hajar selama 34 bulan. Majikan Siti Hajar  kini sedang menjalani proses hukum, sementara majikan Nirmala  dikenakan hukuman 18 tahun penjara .

Tenaga kerja wanita asal Indonesia juga menjadi korban kekerasan di Malaysia. Pekerja bernama Mautik Hani dilaporkan disiksa majikannya. Dia bahkan diikat dan dikurung di dalam kamar mandi selama dua hari dua malam. Majikan korban, seorang pedagang pasar dan istrinya,diyakini memukuli Mautik, 36, secara kejam. Mautik yang diketahui berasal dari Surabaya ditemukan terkunci di kamar mandi rumah majikannya. Ketika ditemukan, dia ada di toilet di belakang rumah. Mata kirinya bengkak, di tangan kanannya ada luka besar yang membuat tulang terlihat dan ada luka memar di sekujur tubuhnya.

Sumiati binti Salan Mustapa , Kikim Komalasari bt. Uko Marta, Kastem bin Rustam, Hermayanti bin Sardi, Siti Hajar dan Nirmala Bonat, serta puluhan ribu TKI lainnya, ketika mereka memutuskan untuk  melanglang  buana ke negeri seberang untuk mewujudkan sebuah harapan akan kehidupan yang lebih baik--karena mereka tidak mendapatkannya di negerinya sendiri. Negeri mereka hanya bisa mengekspor manusia ke luar negeri untuk kemudian bekerja dan mendatangkan devisa yang sangat-sangat besar untuk negara.

Berbekal janji upah yang sangat menggiurkan mereka beramai-ramai mendatangi hujan emas di negeri orang, meninggalkan hujan batu di negerinya sendiri. Menurut catatan resmi pemerintah, jumlah TKI yang berada di luar negeri adalah 3.271.584 orang. Jauh melebihi jumlah penduduk Berunai Darussalam (381.371 orang), Timor Leste (lebih kurang 978.000 orang ), dan hanya lebih satu juta dibanding penduduk Singapura (4. 987.600 orang menurut hitungan tahun 2009 ).

Yang juga membuat hati terluka adalah pernyataan pemerintah yang melihat bahwa jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan permasalahannya berbanding sangat kecil. Jumlah TKI yang mengalami masalah mulai dari pelanggaran kontrak, gaji tidak dibayar, jam kerja serta beban kerja yang tidak sesuai, tindakan kekerasan serta pelecehan seksual adalah 4.385 kasus. Atau dengan kata lain persentase kekerasan terhadap jumlah TKI secara keseluruhan adalah 0,01 persen. Itu benar, tetapi masih ada kasus-kasus lainnya seperti ejekan, hinaan, cercaan dan seperti di Malaysia misalnya orang-orang Indonesia yang bekerja di negeri yang katanya beradab itu diejek dengan sebutan Indon, sebuah kata penghinaan yang menyakitkan. Dan jumlah yang demikian itu jauh melebihi data yang diperoleh oleh pemerintah.

Kasus Sumiati jelas bukan yang pertama, namun pertanyaannya apakah Pemerintah Indonesia cukup sigap untuk memastikan bahwa Sumiati akan menjadi yang terakhir. Karena bagaimanapun juga apa yang telah dilakukan para majikan gadis itu menghina martabat dan nilai-nilai kemanusiaan, termasuk harga diri sebuah bangsa Indonesia. Ketika pada 9 November KJRI Jeddah mengunjungi Sumiati di Rumah Sakit Raja Fahd untuk memberikan pendampingan--Kementerian Luar Negeri atas nama Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sebuah pernyataan yang intinya mengecam keras tindakan tidak berperikemanusiaan terhadap Sumiati--dan akan memastikan bahwa pihak yang yang bertanggungjawab akan mendapat hukuman yang seetimpal, sesuai hukum yang berlaku. Selain melalui nota protes pernyataan itu juga dikuatkan ketegasan presiden Yudhoyono, yang meminta agar kasus Sumiati ditangani secara serius dengan mengerahkan diplomasi serta meminta dibentuk tim khusus yang diberangkatkan ke Arab Saudi.

Kepala negara juga menginginkan penegakan hukum dalam kasus tersebut dan agar segera diajukan langkah-langkah terbaik demi perlindungan TKI yang berada di luar negeri.  Kita berharap apa yang diinisiatifi oleh presiden terus akan berkelanjutan. Karena ada kekhawatiran bahwa hal tersebut hanya dibicarakan saat ada peristiwa seperti itu saja, kemudian diam dan tidak beregerak, untuk kemudian dibicarakan lagi bila terjadi kasus serupa, entah kapan.

Kita berharap pemerintah benar-benar tegas menangani masalah para TKI di luar negeri. Selain karena mereka telah memasukkan devisa yang cukup besar, adalah juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kita bukan orang yang bisa disepelekan. Menarik sekali membaca novel Ayat-Ayat Cinta, Habiburrahman al-Syirazy yang dalam penggalangan ceritanya mengisahkan tentang kelakuan seorang polisi Mesir yang hendak melakukan pelecehan seksual kepada Aisha istri Fahri. Sang polisi nekad melakukan hal itu karena ia menganggap bahwa Aisha adalah orang Indonesia. Mereka tahu bahwa diplomasi Indonesia sangat lemah, tidak seperti diplomasi Jerman misalnya, yang pada akhirnya menyelesaikan masalah pelecehan seksual Aisha, karena kebetulan Aisha berdarah Jerman.

Masih dalam Ayat-Ayat Cinta diceritakan bagaimana reaksi cepat yang ditunjukkan Mr.Minnich, atase politik kedutaan Jerman di Mesir. Pemerintahan Jerman mendesak Mesir menghukum seberat-beratnya polisi yang coba menodai warga Jerman itu. Bila tidak, mereka mengancam akan memutuskan hubungan perdagangan dan perindustrian dan akan memunculkan opini jelek tentang Mesir. Menurut Mr.Minnich, keselamatan seorang wargannya sama dengan keselamatan presidennya. (AAC, Hal.324).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah tegas mengatakan ketika memberikan respon terhadap persentase penyiksaan yang dihadapi oleh TKI di luar negeri. "Angka ini tetap bagi kita, satu orang pun warga negara harus kita pastikan mendapatkan perlindungan, perlakuan, hak-haknya sesuai kontrak yang telah ditetapkan," ujar Presiden Yudhoyono. "Apa yang telah dan sedang kita lakukan terus dilanjutkan sampai betul-betul kasus itu bisa diselesaikan secara adil,  pelakunya tentunya harapan kita mendapat sanksi hukum yang setimpal," lanjut beliau sedikit bernada emosi.                                  

Kalau begitu kita tunggu saja kiprah pemerintahan bapak Susilo Bambang Yudhoyono dalam menangani masalah-masalah pekerja di luar negeri. Lebih dari itu, sebenarnya kita berharap pemerintah dapat membuka lapangan pekerjaan yang layak dengan upah yang juga layak untuk rakyat Indonesia, sehingga mereka tidak harus pergi ke luar negeri. Kita masih akan terus menunggu kapan negeri-negeri seperti Malaysia dan Arab Saudi mengemis kepada Indonesia agar mengirimkan TKI-nya ke negeri mereka. Semoga itu bukan mimpi.
Penulis adalah Guru SMA Dharmawangsa
Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan