Breaking News
---

Jatiluhur Butuh Jutaan Ikan Pemakan Plankton

PURWAKARTA,- Meledaknya jumlah keramba jaring apung di Waduk Ir H Djuanda Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, sepuluh tahun terakhir, membuat fitoplankton berkembang pesat.

Keberadaannya turut memicu anjloknya kandungan oksigen terlarut yang menjadi salah satu penyebab kematian ikan massal. Menurut sejumlah instansi, jumlah keramba yang ideal di waduk seluas 8.300 hektar itu 2.500-6.200 unit.

Namun, hasil pemantauan terakhir, jumlahnya ditaksir telah mencapai 17.000 unit. Kolam-kolam itu telah menjangkau beberapa sudut waduk. Seperti terlihat pada Sabtu (30/4/2011), petak-petak KJA menyebar di bagian timur, selatan, dan barat waduk yang meliputi enam kecamatan di Kabupaten Purwakarta tersebut.

Menurut Kepala Loka Riset Pemacuan Stok Ikan Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Didik Wahju, dengan jumlah KJA dan kondisi perairan saat ini, Waduk Jatiluhur membutuhkan 4,1-10 juta ekor ikan pemakan fitoplankton. Ledakan jumlah fitoplankton membuat persaingan dalam perebutan oksigen untuk respirasi berlangsung hebat. Maka dalam situasi tertentu, kandungan oksigen bisa anjlok dan membuat ikan limbung.
Pemerintah dan instansi swasta, lanjut Didik, selama ini telah beberapa kali menebar benih ikan pemakan fitoplankton. Namun, jumlahnya masih jauh dari kebutuhan. Lemahnya pengawasan penangkapan juga membuat fungsi penebaran berjalan kurang optimal. "Ikan-ikan hasil tebaran yang masih seukuran 2-3 jari juga ikut dijaring," ujarnya.

Selain terlampau sedikit, penebaran ikan juga belum konsisten. Menurut Didik, jumlah 4,1-10 juta ekor benih diealnya ditebar bertahap 3-4 bulan sekali untuk mengurangi biomassa fitoplankton. Dengan bertahap, kompetisi untuk memperebutkan sumber pangan dapat dihindari.

Kini diperkirakan ada sekitar 900 nelayan tangkap di Waduk Jatiluhur. Acon Wiguna, Ketua Himpunan Nelayan Jatiluhur menambahkan, hasil tangkapan nelayan cenderung turun. Jumlah tangkapan meningkat 3-4 bulan setelah ada penebaran benih, tetapi setelah itu terus turun.

Para nelayan juga semakin kesulitan menangkap ikan-ikan asli Citarum, seperti lika dan balidra. Selain faktor perubahan habitat akibat pembendungan sungai, ikan-ikan itu semakin jarang tertangkap nelayan karena air Sungai Citarum kian tercemar limbah peternakan, perikanan, industri, dan rumah tangga.

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan