Jakarta-PELITAKARAWANG.COM : Sungguh ironis, ketika gaji buruh di sejumlah daerah ditetapkan naik sangat signifikan, ternyata masih ada guru yang hanya menerima gaji sebesar Rp60 ribu per bulan.

Menurut data dari Forum Solidaritas Guru Indonesia, pada 2012, masih ada guru honorer di daerah Pandeglang dengan jam kerja rata-rata 7 jam sehari hanya menerima gaji sebesar Rp60 ribu. Padahal, rata-rata Upah Minimum Kabupaten Pandeglang adalah sebesar Rp1,1 juta. 

Bahkan di Tangerang, Banten yang letaknya berdekatan dengan Jakarta, masih ada guru yang hanya menerima gaji sebesar Rp125 ribu. Jumlah itu jauh dari standar Upah Minimum Kabupaten Tangerang yang ditetapkan sebesar Rp2,2 juta per bulan. 

“Bagaimana mungkin kita menggantungkan masa depan anak-anak kita, generasi Indonesia berikutnya pada guru yang hanya digaji sebesar Rp125 ribu?” seru Ketua FSGI Retno Lystiarti, Senin (11/11)

Ia juga menyayangkan pengenaan kewajiban sertifikasi keahlian bagi guru, sebagai syarat kenaikan gaji. Padahal, di saat yang bersamaan buruh bisa memperoleh gaji yang sangat layak, meskipun tidak memiliki sertifikasi apapun.

“Untuk dapat menikmati tunjangan sertifikasi sebesar satu kali gaji pokok per bulan, setiap guru harus memenuhi beberapa syarat antara lain memiliki satu atau lebih sertifikat pendidik yang telah diberi satu Nomor Registrasi Guru (NRG) dan memenuhi kewajiban melaksanakan tugas paling sedikit 24 jam tatap muka per-minggu sesuai dengan sertifikat pendidik yang dimilikinya,“ lanjut Retno.

Sertifikasi guru merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Namun pada kenyataannya terdapat aturan yang malah menghalangi guru honorer di sekolah negeri untuk memperoleh sertifikasi, sementara guru di sekolah swasta boleh ikut sertifikasi. 

Penggambaran guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sepertinya sudah tidak relevan. 

Selama ini, sebenarnya banyak guru yang mengeluhkan minimnya gaji mereka namun selalu diredam oleh kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan mengatakan bahwa guru adalah golongan menengah dan masuk ke dalam kelompok yang terpelajar sehingga tidak layak jika mengajukan protes dan demonstrasi.

Menanggapi sikap pemerintah yang tidak jelas, Retno mengungkapkan, “Saat ini kami sudah tidak punya harapan lagi terhadap pemerintah terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Harapan kita saat ini adalah pemilu 2014 yang akan membawa pemerintahan yang baru. Untuk itu, kami dari penggiat pendidikan akan menyatukan barisan dan visi untuk melobi calon Presiden untuk membuat kontrak politik untuk komitmen di bidang pendidikan.” (RO/metrotv).

 @Redaksi 2013 E Mail : pelitakarawang@gmail.com - redaksipelitakarawang1@gmail.com