Breaking News
---

Wow... Masker Kedap Air Tak Tembus Oleh Virus

PELITAKARAWANG.COM-.Kelangkaan masker terjadi di mana-mana.Sejak kabar wabah virus corona mutan itu menggelinding awal Februari,masker mulai menghilang dari pasaran. Keberadaannya makin sulit terakses tatkala Pemerintah mengumumkan adanya dua pasien positif terinfeksi Covid-19, pada 2 Maret 2020.Tak jelas, siapa yang memborong dan menimbun. Yang pasti, belakangan sekotak masker berisi 50 lembar yang dulu harganya sekitar Rp50.000 kini ditawarkan hampir Rp500.000.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan persnya pada Jumat (27/3/2020) menyatakan, Indonesia masih memerlukan puluhan juta masker, baik medis dan nonmedis untuk melindungi warga, terutama para tenaga medis. Agus mendesak Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memproduksi masker untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang melonjak. Diperkirakan, permintaannya puluhan juta, belum lagi pakaian medis standar  APD (alat pelindung diri) yang kebutuhannya mencapai 12 juta buah hingga empat bulan ke depan. Maklum, sebagian hanya bisa untuk sekali pakai.
“Kami mendorong produsen tekstil dalam negeri bisa ikut memasok masker dan APD. Saat ini kita masih butuh banyak untuk menghadapi penyebaran virus,” kata Agus.
Menurut Agus, diversifikasi produk yang dilakukan industri tekstil menjadi salah satu cara cepat dalam pemenuhan kebutuhan masker dan APD yang sangat tinggi saat ini. “Hal ini dapat menjadi solusi untuk mempertahankan kinerja industri tekstil di tengah menurunnya pasar dalam negeri,” Agus menambahkan.
Kemenperin telah memetakan potensi industri APD di dalam negeri, termasuk juga industri tesktil yang bersedia memproduksi APD dan masker. APD yang dibutuhkan, meliputi pakaian, capstowel, sarung tangan, pelindung kaki, pelindung tangan, dan kacamata pelindung (goggles). Ia menjelaskan, Kemenperin telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kemenkes untuk kelancaran izin edar dan impor bahan bakunya.
Lebih lanjut, salah satu bentuk dukungan pemerintah kepada pelaku industri agar bisa berproduksi adalah menerbitkan stimulus ekonomi kedua. Yakni, berupa pembebasan sementara bea masuk bahan baku industri, kemudahan proses importasi bahan baku, serta penjaminan ketersediaan pasokan pangan strategis.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam menyampaikan, pihaknya telah meminta secara khusus Indonesian Nonwoven Association (INWA) agar anggotanya bisa menyediakan kebutuhan bahan baku untuk produksi masker dan APD.
“Asosiasi Nonwoven Indonesia juga telah diminta untuk memasok kekurangan bahan baku masker dan APD. Sehingga untuk memproduksinya tidak ada lagi hambatan kebutuhan bahan baku,” kata Khayam.
Selain itu, sejumlah perusahaan anggota Asosiasi Perusahaan Kawasan Berikat pun sedang menyiapkan infrastruktur untuk memproduksi masker dan APD guna penanganan Covid-19.
Menyikapi perkembangan  itu, Wakil Ketua Umum API Anne Patricia Sutanto dalam siaran persnya mengatakan, sebanyak 30 anggota API telah siap memproduksi masker dan APD sesuai permintaan pemerintah. Namun, produksi baru sebatas pada masker nonmedis, lantaran untuk masker medis diperlukan sertifikasi khusus.
“Kami telah siap memproduksi masker nonmedis. Untuk yang masker medis sedang berkoordinasi dengan BNPB dan Kementerian Kesehatan untuk percepatan proses sertifikasinya agar bisa cepat memenuhi kebutuhan para tenaga medis yang sedang berjuang di garis terdepan dalam penanganan Covid-19 ini,” kata Anne.
Untuk masker nonmedis, para anggota API tak hanya memproduksi masker sekali pakai saja, tetapi juga masker berbahan kain yang bisa dipakai ulang. Saat ini API sedang merampungkan produksi 1 juta masker nonmedis untuk disumbangkan kepada Palang Merah Indonesia.
Kendati belum setingkat medis, ia menjamin peralatan yang diproduksi memenuhi sejumlah syarat seperti kedap air, antiangin, antivirus, dan antibakterial. Bisa dipergunakan sementara dalam kondisi darurat. “Ini akan lebih bagus dari jas hujan,” tutur dia.
Menurutnya, peralatan itu pun telah diuji di laboratorium milik pabrik dan memenuhi persyaratan. Apalagi, menurut Anne, produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia terbukti bisa menciptakan bahan untuk kebutuhan luar ruang yang dipastikan kedap air dan kedap angin.
Terkait dengan bahan bakunya, Anne mengatakan, kebanyakan bahan baku sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Ia pun mengatakan, pelaku industri dari sektor hulu hingga ke hilir akan berkoordinasi untuk memastikan ketersediaan bahan ini. Toh, ia tak memungkiri ada sejumlah bahan-bahan yang mesti diimpor, misalnya bahan kimia untuk menjamin pakaian itu bisa antivirus dan antibakterial. Di samping juga kebutuhan katun yang sampai saat ini masih impor.
Dalam keadaan darurat seperti ini, menurut Anne, tak tertutup kemungkinan ada pabrikan garmen untuk sementara beralih menjadi perusahaan APD untuk memenuhi kebutuhan. Sehingga, sebagian produksi pabrik dialihkan untuk memproduksi masker dan APD.
Salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), juga sedang mengejar ketersediaan masker di dalam negeri dengan mengebut produksi dua  juta lembar masker. Distribusinya melalui BUMN PT Kimia Farma Tbk dan pemerintah daerah. “Produksi masker sebanyak dua juta bukan semuanya oleh RNI, karena mereka juga menggandeng produsen lokal agar bisa memenuhi segera kebutuhan di dalam negeri,” kata Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga.
RNI saat ini sedang memesan bahan baku masker dari India, Prancis, dan Tiongkok. Tapi, pemesanan bahan baku itu terkendala karena negara itu sedang atau masih menerapkan kebijakan lockdown (menutup kota atau negara). Kementerian BUMN pun menempuh jalur Government to Government (G2G) dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku masker di dalam negeri. Arya menyampaikan negara-negara itu masih berkenan untuk mengekspor bahan baku masker ke Indonesia.
Tidak mau tinggal diam, PT Sri Rezeki Isman Tbk (Sritex) dalam siaran persnya yang dirilis pada Jumat (20/3/2020) menjelaskan, pabriknya telah memproduksi masker nonmedis berbahan kain. Masker dua lapis berbahan antimicrobial dan antiair ini dapat dicuci tanpa pemutih dengan suhu 40 derajat Celcius dan disetrika dengan suhu medium untuk kemudian dipakai ulang.
Corporate Communications Sritex Joy Citradewi mengatakan, pabrik mereka yang berpusat di Solo, Jawa Tengah, telah memulai produksi masker nonmedis ini dengan kemampuan sebanyak 20.000 lembar per hari untuk memenuhi kebutuhan beberapa pihak termasuk BNPB. Meski tak menyebut berapa volume masker yang telah diproduksi, dia mengaku pihaknya membatasi pemesanan.
Joy mengatakan pihaknya sengaja mengkhususkan pembuatan masker nonmedis agar di tengah situasi ini masyarakat tidak berebut stok masker dengan pekerja medis. Harapannya, tambah Joy, dengan adanya masker khusus nonmedis ini, stok masker medis dapat dialokasikan kepada pekerja medis atau bidang sejenisnya yang sebagai prioritas utama.
“Seperti yang kita tahu masker medis saat ini kekurangan suplai sehingga rumah sakit  kesulitan untuk mendapatkan stok masker yang cukup,” katanya.
Sritex tak hanya memproduksi masker nonmdis, tetapi juga APD dengan harga terjangkau dan dibanderol Rp1 juta dengan pembelian minimal 10 unit.
Untuk membuat pakaian APD itu, Joy mengatakan, perseroan relatif tak kesulitan untuk mendapat bahan baku. Sebab, bahannya diproduksi sendiri oleh perseroan yang selama ini dikenal sebagai produsen tekstil, khususnya untuk keperluan militer dalam negeri dan dunia. “Kami produksi in house, karena integrasi tekstil kami memadai untuk itu,” kata Joy.
Masker nonmedis tak hanya diproduksi Sritex saja tetapi juga oleh Duniatex yang juga berbasis di Solo. PT Delta Dunia Sandang Tekstil selaku produsen Duniatex menyebutkan harga masker kain buatan mereka adalah Rp275.000 untuk satu kotak isi 50 lembar masker yang bisa dicuci dan dipakai ulang ini. Produsen Batik Keris, seperti dilansir dari platform media sosial Instagram-nya, tak ketinggalan yang meluncurkan produk masker nonmedis berbahan kain yang dapat dicuci ulang.
Sementara itu Sinarmas Group telah mempersiapkan lini produksi masker medis untuk kebutuhan dalam negeri. Sebanyak 1,8 juta masker medis akan diproduksi oleh PT The Univenus, anak usaha Asia Pulp & Paper (APP). The Univenus selama ini juga dikenal sebagai produsen kertas tisu.
Managing Director Sinarmas Group Gandi Sulistiyanto dalam siaran persnya ketika menyerahkan bantuan peralatan medis bagi penanganan Covid-19 di Tangerang, Banten, Jumat (27/3/2020), mengatakan produksi masker akan dimulai pada minggu ketiga April di pabrik mereka yang berada di Cikupa. Pihaknya masih menunggu pengiriman mesin produksi dari Tiongkok sekaligus mengurus proses perizinan produksi kepada Kementerian Kesehatan.***rl

Baca Juga:
Tutup Iklan