Komisi II berencana menormalkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak nasional. Komisi yang membidangi pemerintahan dalam negeri itu tidak ingin pilkada serentak nasional dilakukan pada 2024.
 
"Kalau misalnya nanti akan disertakan dalam satu waktu yang bersamaan itu tidak di 2024, tapi 2027," kata Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa dalam diskusi virtual dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jakarta, Minggu, 7 Juni 2020.
 
Politikus NasDem itu mengungkapkan salah satu alasan Komisi II ingin menyelenggarakan pilkada serentak nasional pada 2027 agar tidak ada kekosongan jabatan. Pihaknya ingin kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 2023 tetap menyelenggarakan pilkada.



"Jadi 2020 nanti 2025 pilkada lagi. Sementara 2022 ada pilkada sesuai dengan jadwal yang ada nanti pilkada lagi di 2027. Dan 2023 tetap ada Pilkada lagi 2028," ungkap dia.
 
Selain itu, normalisasi dilakukan agar tidak ada masa jabatan kepala daerah yang berkurang. Masa jabatan kepala daerah harus penuh, yaitu 5 tahun.
 
Saan menyebutkan upaya normalisasi ini bakal dimasukkan dalam pembahasan revisi Undang Undang (RUU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Komisi II ingin menyatukan aturan pilkada dengan pemilu dalam satu UU.



"Itu terkait soal pilkada dan itu juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dibahas di dalam RUU pemilu," ujar dia.
 
Ketentuan pilkada serentak nasional tercantum pada lasal 21 ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Sebanyak 271 kepala daerah yang masa jabatannya habis pada 2022 dan 2023 akan dipilih pada 2024.**medcom