Peraturan baru dengan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Virus Corona (Covid-19) kini telah diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diteken langsung oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto,Ahad (13/07).


Dalam peraturan tersebut, terdapat beberapa poin penting terkait pencegahan dan penanganan Corona. Salah satu poinnya adalah rapid test yang tidak direkomendasikan lagi untuk mendiagnosa orang yang terinfeksi Corona.

Di dalam aturan yang baru menyebutkan bahwa kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR, Rapid Test Covid hanya dapat digunakan untuk skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus.

Seperti pada pelaku perjalanan (termasuk kedatangan Pekerja Migran Indonesia, terutama di wilayah Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN), serta untuk penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama, pondok pesantren, dan pada kelompok- kelompok rentan.

“Penggunaan Rapid Test tidak digunakan untuk diagnostik,” demikian tertulis pada peraturan halaman 82 di bagian defisini operasional.

Namun, pemerintah bersikeras mempertahankan tes tersebut padahal banyak ahli kesehatan yang menyebut tes cepat alias rapid test ini tidak efektif mendeteksi Covid-19.

Bahkan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menetapkan hasil non-reaktif rapid-test sebagai salah satu syarat perjalanan. Orang tidak boleh bepergian ke luar kota, terutama lewat jalur udara, jika tak menyertakan dokumen ini.

Selain itu, WHO (World Health Organization) juga telah merekomendasikan bahwa penggunaan Rapid Test digunakan untuk tujuan penelitian epidemiologi atau penelitian lain.

Sedangkan utuk kepentingan diagnostik, pemerintah mengikuti WHO yang merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien yang terduga terinfeksi Covid-19. Selanjutnya, metode yang dianjurkan adalah metode deteksi molekuler/NAAT (Nucleic Acid Amplification Test) seperti pemeriksaan RT-PCR.

Pandu Riono Ahli Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) menyerukan kepada pemerintah dan masyarakat untuk tidak lagi menggunakan metode pemeriksaan rapid test dalam mendeteksi kasus virus corona (Covid-19).

“Rapid test tidak bisa mendeteksi Covid-19 dengan baik sehingga hanya membuang-buang uang dan buang-buang tenaga saja,” ungkap Pandu.

Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/247/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pedoman tersebut memiliki tujuan umum untuk Melaksanakan pencegahan dan pengendalian COVID-19 di Indonesia seperti memahami strategi dan indikator penanggulangan, melaksanakan surveilans epidemiologi, melaksanakan diagnosis laboratorium, melaksanakan manajemen klinis, melaksanakan pencegahan dan pengendalian penularan, melaksanakan komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat, melaksanakan penyediaan sumber daya, dan melaksanakan pelayanan kesehatan esensial.

Dengan ruang lingkup meliputi beberapa pokok bahasan yaitu strategi dan indikator penanggulangan, surveilans epidemiologi, diagnosis laboratorium, manajemen klinis, pencegahan dan pengendalian penularan, komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat, penyediaan sumber daya, dan pelayanan kesehatan esensial.(Red)