Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memberikan penjelasan kepada publik terkait Program Organisasi Penggerak (POP).

"Kami mendesak Kemendikbud membuka kriteria-kriteria yang mendasari lolosnya entitas pendidikan sehingga bisa masuk POP," kata Syaiful kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

"Dengan demikian, publik akan tahu alasan kenapa satu entitas pendidikan lolos dan entitas lain tidak," lanjutnya.

Pasalnya, POP Kemendikbud ini menuai kontroversi, terutam dengan adanya yayasan yang terafiliasi ke perusahaan besar menjadi pemicu program ini di sorot.

Pemicu lainnya adalah banyak entitas baru di dunia pendidikan lolos seleksi program.

Dua Lembaga Pendidikan (LP), Ma'arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar-Menengah PP Muhammadiyah pun menyatakan mundur dari kepesertaan POP sebagai bentuk protes.

Politikus PKB ini menyatakan, dalam seleksi POP harus mempunyai keberpihakan kepada ormas-ormas dengan rekam jejak panjang di dunia pendidikan di Indonesia.

Sebagaimana diberitakan Jurnalpalopo.com sebelumnya dalam artikel "Komisi X DRR dukung Keputusan Nadiem untuk Mengevaluasi Program Organisasi Pengerak", hal itu bisa dilihat dari jaringan sekolah yang mereka miliki, jumlah pendidik yang terafiliasi, hingga komitmen terhadap NKRI dan Pancasila.

"Kalau dalam pandangan kami tidak bisa POP ini kita serahkan ke pasar bebas dalam proses seleksinya. Perlu ada pertimbangan-pertimbangan khusus karena sekali lagi ini POP ini juga merupakan bagian dari upaya untuk memberdayakan masyarakat," ujarnya.

Komisi X DPR RI juga mendukung keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim yang akan melakukan evaluasi lanjutan pelaksanaan Program Organisasi Penggerak.

"Kami mendukung adanya evaluasi tersebut. Terutama dalam hal kriteria, perlu dievaluasi lagi poin-poin apa saja yang seharusnya masuk menjadi penilaian," kata Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian di Jakarta, Sabtu 25 Juli 2020.

"Sebagai contoh, rekam jejak dan perannya selama ini dalam pembangunan pendidikan Indonesia. Itu tidak bisa dikesampingkan," tambahnya.

Hetifah mengapresiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggunakan jasa lembaga independen dalam mengevaluasi program dan menyarankan kementerian menyampaikan hasil penilaian kepada peserta seleksi supaya mereka bisa menggunakannya sebagai masukan untuk melakukan perbaikan.

Di lain tempat, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan lembaganya akan memantau Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

"Tentu saja ada pemantauan KPK terhadap program-program semacam ini karena salah satu tugas dan fungsi KPK yang diamanatkan dalam Pasal 6 huruf c UU 19 Tahun 2019 adalah tugas monitoring," kata Nawawi dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

KPK, lanjut Nawawi, dapat mendalami POP tersebut melalui kajian sebagaimana yang telah dilakukan terhadap program-program lain.

Untuk diketahui, Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud.

Program itu bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.

Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat yang mempunyai kapasitas meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.

Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.***