Serikat pekerja akan melakukan aksi demonstrasi buruh mulai Senin, 28 September 2020 hingga Kamis, 1 Oktober 2020 mendatang.

Usai aksi buruh, akan ada aksi mogok nasional, dilakukan mulai 6 hingga 8 Oktober 2020.

Hal itu menjadi sikap buruh dalam menyikapi hasil kesepakatan panja dan pemerintah Klaster Ketenagakerjaan sangat merugikan buruh dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI / Presidium Aliansi Gekanas Roy Jinto mengatakan, aksi akan dilakukan di DPR RI dan di daerah akan dilakukan secara bergelombang dimulai dari hari Senin 28 September 2020, tanggal 1 Oktober 2020.

Demontrasi

“Kami pastikan kegiatan aksi demonstrasi dan mogok nasional akan kami lakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap mengikuti protokol Covid-19 memakai masker, hand sanitizer, jaga jarak serta akan berjalan secara aman, damai dan tertib,” ujar dia, Senin.

Pada tanggal 1 Oktober 2020 akan difokuskan di DPR RI, Kemenko, dan Kemenaker sedangkan mogok nasional akan dilakukan pada tanggal 6- 8 Oktober 2020 secara serentak di seluruh kawasan industri kab/kota, provinsi dan nasional dengan tuntutan batalkan dan cabut Omnibus Law Ruu Cipta Kerja.

“Mogok nasional ini sebenarnya bukan tujuan dari kaum buruh, kami telah melakukan upaya-upaya konsep, loby-loby dialog dengan Pemerintah dan DPR RI tapi semua langkah itu tidak membuahkan hasil sesuai harapan buruh. Oleh karena itu dengan terpaksa jalan terakhir kami mengambil langkah mogok nasional secara konstitusional berdasarkan hasil kesepakatan seluruh serikat Pekerja/ serikat buruh dan kaum buruh, “ kata Roy, Senin.

Menurut dia, kalau RUU Cipta Kerja ini disahkan pada sidang Paripurna DPR RI 8 Oktober 2020, maka nasib kaum buruh akan semakin susah.

Lebih jauh, Roy menuturkan kedua aksi merupakan sikap dari perkembangan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan Panja bersama pemerintah dari hari Jumat tanggal 25 September - Minggu 27 September 2020, dimana dari waktu pembahasan pihaknya melihat bahwa DPR dan pemerintah melakukan pembahasan kejar tayang dan target.

Hal itu dapat dilihat pada hari libur pun Sabtu dan Minggu tetap dilakukan pembahasan sampai jam 23.00 malam di hotel mewah dan berpindah-pindah.

“Ini membuat kaum buruh sangat kecewa dan marah, hasil kesepakatan panja dan pemerintah Klaster Ketenagakerjaan sangat merugikan buruh mengorbankan hak-hak buruh dengan disepakatinya penghapusan syarat jenis pekerjaan, batasan waktu PWKT/Kontrak, outsourcing atau alih daya ini akan mengakibatkan semua jenis pekerjaaan, jabatan tanpa ada batasan waktu menggunakan PKWT dan outsourcing, dikuranginya nilai pesangon, dihapuskannya Upah Minimum Sektor, cuti-cuti yang menjadi hak buruh dan dipermudahnya perusahaan melakukan PHK dan lainnya,” ucap dia,demikian tulis PR.

Menurut dia, hal tersebut membuktikan bahwa DPR bukan lagi representasi rakyat tidak mendengarkan aspirasi buruh, DPR telah mengkhianati buruh. Oleh karena itu berdasarkan hasil rapat Pimpinan Serikat Pekerja dan Serikat Buruh yang terdiri dari KSPSI, KSPI, Aliansi Gekanas yang didalamnya ada 32 Federasi Serikat Pekerja tingkat Nasional pada tanggal 27 September 2020, menyatakan menolak seluruh hasil pembahasan Panja dan Pemerintah mengenai Omnibus Law RUU Cipta Kerja khususnya Klaster Ketenagakerjaan dan akan melakukan perlawanan secara konstitusional dengan melakukan aksi unjuk rasa dan mogok nasional karena hasil pembahasan Panja dan Pemerintah sangat merugikan rakyat dan kaum buruh khususnya.***