Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membeberkan sejumlah modus pelanggaran yang berpotensi akan terjadi pada proses pemungutan dan rekapitulasi suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Beragam modus tersebut ditemukan sejak Pilkada 2018.

"Pertama soal keberpihakan penyelenggara pemilihan, tidak melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur," ujar Ketua Bawaslu Abhan dalam diskusi virtual, Rabu, 11 November 2020.

Kedua, politik uang yang tidak tertutup kemungkinan kembali marak demi peserta pilkada mendulang suara besar. Pelanggaran ini bisa dilakukan pasangan calon atau tim kampanye.

Ketiga, muncul orang yang mengaku mendapatkan hak pilih di tengah proses pemungutan suara. Oknum tersebut membawa dokumen palsu untuk memperkuat kecurangannya.

"Pada penggunaan hak pilihnya kemudian menggunakan suara lebih dari satu kali di satu tempat pemungutan suara (TPS) atau di TPS lain," jelas Abhan.

Keempat, pelanggaran yang terjadi pada perhitungan suara. Seperti ditemukan kondisi kotak suara yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Bawaslu menemukan pembukaan kotak suara di luar waktu penghitungan, perusakan, dan kotak suara yang tidak disegel pada pemilu sebelumnya.

Kelima, perubahan data atau penggelembungan suara peserta pilkada yang berpotensi terjadi Pilkada Serentak 2020. Terakhir, terdapat perbedaan data pemilih dalam rekpitulasi suara.

Lebih lanjut, Abhan menyebut penyelenggaran pilkada di tengah pandemi covid-19 dinilai akan memunculkan jenis pelanggaran baru. Seperti peserta hingga penyelenggara yang tidak mematuhi protokol kesehatan.

"Saya kira ini kultur baru. Bahwa penyelenggara peserta pemilihan harus menggunakan protokol kesehatan kerika hari pemungutan datang," jelasnya.***