Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah mendesain ulang formula baru untuk menghitung Sistem Kredit Semester (SKS) yang akan diterapkan mulai 2021. Penghitungan SKS tidak lagi berbasis waktu belajar di kelas, melainkan berdasarkan kegiatan yang di lakukan di dalam maupun di luar kelas.

Saat ini, kata Sofwan, pihaknya telah merumuskan formulasi penghitungan SKS yang dapat digunakan untuk dosen dan mahasiswa. "Ada satu yang menarik, SKS kali ini sudah didesain sedemikian rupa, sehingga SKS bukan lagi waktu belajar di kelas, tapi waktu kegiatan," kata Direktur Sumber Daya Dikti Kemendikbud, Sofwan Effendi dalam Sosialisasi Dosen Penggerak Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, Senin, 9 November 2020.

Menurut Sofwan, ini merupakan kesempatan emas terutama bagi para dosen. Sebab selama ini penghitungan SKS hanya bisa diperoleh dari kredit selama jam pelajaran di dalam kelas.

Dengan model baru penghitungan SKS yang menjadi bagian dari Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka ini, dosen dapat memanfaatkan seluruh kegiatan tridarma di dalam dan luar kampus untuk dua hal. Pertama, meningkatkan kapasitas, kompetensi dosen sebagai penggerak mahasiswa di luar kampus.

Selain itu, sekaligus di saat bersaamaan bisa mendapat kredit poin untuk kenaikan pangkat, baik untuk menjadi asisten ahli, lektor, lektor kepala, hingga guru besar.

"Sehingga banyak pilihan kegiatan yang dapat dilakukan untuk memperoleh kredit sebagai dosen. Jenjang kariernya juga lebih meningkat. Ini akan mempercepat dosen dalam mendapatkan kredit dan menapaki jenjang karier yang paling tinggi, yakni guru besar," terang Sofwan.

Sofwan mengatakan, SKS model baru ini tidak lagi hanya menghitung jam belajar di kelas saja, melainkan juga jam kegiatan mahasiswa dan dosen seperti magang di industri, melakukan proyek independen dan sebagainya. Sedangkan untuk dosen, kegiatan pendampingan saat mahasiswa melakukan kegiatan di luar kampus tersebut juga akan dihitung ke dalam SKS.

"Jam kegiatan yang selama ini tidak dihitung akan dihitung. Apakah mendampingi mahasiswa di industri, magang atau proyek independen. Mahasiswa juga tidak dianggap bolos, bisa dihitung ke dalam SKS. Asalkan ini direncanakan sedari awal, " kata Sofwan.

Ia menambahkan, ketika dosen mendampingi mahasiswa, di samping menambah keilmuannya, secara bersamaan juga poinnya bertambah untuk penilaian angka kredit dosen. "Penting untuk karier para dosen, aktivitas yang selama ini minim nilai, sekarang akan dinilai lebih wajar. Nanti ada rumusnya," terang Sofwan.

Menurut Sofwan, mahasiswa yang melakukan kegiatan pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat tanpa pendampingan dosen maka tidak akan utuh tridarma perguruan tingginya. "Misalnya ketika mahasiswa punya ide melakukan magang dan proyek independen dosen mendampingi, terlibat dalam mewujudkan itu. Begitupun kalau dosen punya ide kolaborasi riset dengan perguruan tinggi lain, dia akan mengajak mahasiswa untuk melakukan riset di luar kampusnya," terang Sofwan.

foto Ilustrasi Mahasiswa

Dengan begini, dosen akan lebih leluasa menggerakkan mahasiswanya mengambil kegiatan di daerah-daerah bencana alam, membantu desa-desa sebagai proyek sosial dan sebagainya. Kemudian jika mahasiswa mengambil prakrtik di perusahaan, juga akan dihitung sebagai bagian dari pengalaman pembelajaran.

"Misal satu semester di perusahaan A senilai 10 sks, di perusahaan B, asal rencana pembelajarannya sudah dibicarakan lebih dahulu. Ini agar kurikulumnya nyambung, bukan asal magang dan ada capaian pembelajaran," terangnya.***