Peristiwa 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan tidak lepas dari peran besar komandan perang Laskar Hizbullah Kiai Abbas Buntet, Cirebon. Kiai Abbas yang saat itu masih berusia 17 tahun dipercaya Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari untuk memimpin perang melawan Belanda dan tentara sekutu.

Kiai Abbas Buntet Cirebon, komandan perang 10 November yang memiliki karomah luar biasa.
(Foto: repro.pesantrenBuntet)
------------------------------

Penunjukkan Kiai Abbas bin KH Abdul Jamil Buntet Cirebon ini tidak lain karena karomah yang dimilikinya meski usianya masih sangat muda. Kiai Abbas pun dijuluki Mbah Hasyim dengan sebutan Singa Jawa Barat.

Kedatangan Kiai Abbas Buntet ke Surabaya setelah pada 17 September 1945 Fatwa Jihad telah ditandatangani oleh Hadlratussyaikh Hasyim Asy’ari. Fatwa Jihad itu kemudian dikukuhkan oleh rapat para kiai pada tanggal 21-22 Oktober 1945 yang dikenal dengan Resolusi Jihad ketika Tentara Sekutu dan NICA mendarat di beberapa kota termasuk Surabaya.

Rakyat Indonesia siap menyambutnya, proklamasi kemerdekaan telah membangkitkan semangat juang rakyat untuk melawan penjajah.

Bung Tomo dari Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia, berkonsultasi dengan Kiyai Hasyim Asy’ari untuk meminta restu dimulainya perlawanan terhadap Tentara Sekutu Inggris.

Namun, Kiai Hasyim Asy’ari mengatakan “tunggu dulu Singa Jawa Barat belum datang”. Baru diketahui kemudian, bahwa yang dimaksudkan “Singa Jawa Barat” adalah Kiai Abbas dari Pesantren Buntet Cirebon yang memiliki kelebihan ilmu karomahnya.

Dikutip dari syekhnurjati.ac.id, Erik Syarifudin Baharsyah dalam skripsinya berjudul “Peran Kiai Abbas Buntet Dalam Pertempuran Surabaya 1945” mengungkapkan, Kiai Abbas datang ke Surabaya bersama adiknya Kiai Anas yang mempunyai kemampuan membaca situasi yang memang belum terjadi. Karena itu, Kiai Annas selalu berada di belakang Kiai Abbas untuk melindunginya.

Atas restu Mbah Hasyim Asy’ari, berangkatlah Bung Tomo, Kiai Abbas dan lainnya bertempur melawan Tentara Sekutu di garda terdepan.

Kiai Abbas pada saat melakukan perlawanan terhadap tentara Sekutu Inggris dan NICA di Surabaya, terjadi cara perlawanan yang sukar dilogikakan.

Dengan kelebihan ilmu karomahnya, Kiai Abbas dapat meruntuhkan pesawat terbang Tentara Sekutu hanya dengan mengarahkan tongkatnya ke pesawat terbang.

Diceritakan juga oleh salah satu santri dari daerah Rembang yang ikut berjuang pada pertempuran Surabaya, Kiai Abbas menggunakan sorbannya, dilepaskan dan dikibaskannya ke langit, ke arah pesawat Tentara Sekutu yang mengakibatkannya jatuh dan meledak.

Di cerita yang lain beliau banyak menjatuhkan pesawat musuh hanya dengan biji tasbih yang dilemparkan ke arah pesawat-pesawat tempur. Hal tersebut sebagai komandan Hizbullah sudah barang tentu memberikan semangat perlawanan pada rakyat Indonesia yang sedang bertempur.

Di tengah pertempuran ketika Kiai Abbas berhadapan dengan tentara Sekutu yang dengan gencarnya menembaki, Kiai Abbas yang pada saat itu memakai alas kaki bakiak beliau berdiri di depan halaman masjid kemudian beliau membaca doa dengan menengadahkan kedua tangannya ke langit.

Ketika sedang berdoa seketika alu-alu dan lesung dari rumah-rumah berhamburan menerjang tentara Sekutu. Suaranya bergemuruh sehingga pihak musuh berhasil dipukul mundur.

Cicit Kiai Abbas, Ayub Abdul Rokhman menuturkan, peran Allah dalam hal itu sangat besar diluar logika manusia. Apabila dilogikakan, ilmuan manapun juga tidak akan setuju biji tasbih atau batu kerikil dan jubah bisa jadi bom apabila dikaji secara mendalam.

“Ada kemungkinan lain yaitu yang melakukan hal tersebut adalah khodam-khodamnya Kiai Abbas, bisa saja khodam tersebut membawa bom tetapi terlihat oleh mata biasa seperti batu kerikil. Ini segala kemungkinannya masih menjadi misteri yang tidak bisa dipecahkan secara akal,” katanya.

Cucu salah satu pendiri Pesantren Buntet Cirebon, Hj Uswatun Hasanah MAg menuturkan, Kiai Abbas datang ke Surabaya bersama Kiai Annas adiknya dan santri pilihannya yaitu anaknya kiai-kiai termasuk KH Bushrol Karim dan beberapa kiai yang lain, seperti Kiyai Abdul Wahid yang dianggap sebagai asisten pribadinya, kemudian Kiyai Abdul Wahid yang membawa bakiak.

Perjalanannya dengan menggunakan kereta dari Buntet kemudian turun di Rembang menemui KH Bisri Musthofa, setelah dari Rembang kemudian Kiai Abbas berangkat ke Tebuireng dan ke Surabaya.

“Beliau yang memimpin pertempuran, bahkan menjadi komandannya. Kiai Hasyim Asy’ari menyerahkan Komando Laskar Hizbullah kepada Kiai Abbas karena Kiyai Hasyim Asy’ari mengetahui karomah Kiai Abbas dari sorbannya.

Sorbannya itu apabila dikebaskan seketika benda-benda disekitarnya seperti alu (kayu penumbuk padi) dan lesung (tempat menumbuk padi) berterbangan, juga berpengaruh terhadap pesawat tempur tentara sekutu ketika sorbannya dikibaskan seperti adanya ledakan yang dapat mengguncangkan pesawat tempur musuh sehingga berjatuhan.

Mengutip dari laman INews, Kiai Abbas merupakan sosok ulama yang mempunyai banyak kelebihan, tidak hanya menguasai ilmu agama, ilmu bela diri atau ilmu kedigdayaan juga beliau kuasai. Sampai akhir hayatnya Kiyai Abbas terus mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada masyarakat sebagai bagian dari dakwah dan perjuangan melawan imperialisme.

Kiai Abbas wafat pada tanggal 1 Rabiul Awal 1365 H, setelah ditandatanganinya perundingan Linggar Jati dengan hasil yang dirasa mengecewakan para pejuang yang sudah melakukan perlawanan terhadap imperielisme Barat.(***)