Breaking News
---

Fakta Menyedihkan Pinjol Ilegal PIK 2 yang Digerebek, LPSK Dorong Korban Pinjol Jangan Takut Melapor ke Polisi

Puluhan karyawan perusahaan pinjaman online (pinjol) yang digerebek di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 ternyata mendapat gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Padahal mereka bekerja selama 10 jam per harinya.

"(Gaji karyawan, red) minimal Rp3 juta," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E. Zulpan saat dikonfirmasi, Kamis, 27 Januari.

Seperti kita tahu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022 dari 0,85% menjadi 5,1% atau naik Rp225.667 dari UMP 2021. Dengan demikian, UMP DKI Jakarta tahun 2022 Rp4.641.854.

Selain itu, hasil pemeriksaan sementara para karyawan itu dipekerjakan selama 10 jam setiap harinya. Mereka mulai bekerja sejak pukul 09.00 WIB hingga 19.00 WIB.

"Kemudian kegiatan yang dilakukan pinjol di tempat ini tiada henti dalam 1 minggu. Mereka beroperasi terus setiap hari mulai jam 9 pagi sampai jam 7 malam," kata Zulpan.

Pada kesempatan sebelumnya, Zulpan menyatakan dari puluhan karyawan itu rata-rata anak di bawah umur. Tetapi, belum dirinci berapa jumlahnya.

"Kita lihat banyak di sini yang bekerja adalah masyarakat yang masih dibawah umur," kata Zulpan.

Sebelumnya, Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menggerebek kantor pinjaman online (pinjol) di kawasan Pantai Indah Kapuk 2, Jakarta Utara. Dari penggerebekan itu 99 orang diamankan.

Dari puluhan orang yang diamankan itu, satu di antaranya merupakan manajer. Sementara sisanya merupakan pegawai pinjol.

"Terdiri dari 1 manajer, 98 karyawan," katanya.

Puluhan karyawan itupun terbagi menjadi dua tim. Di mana, tim pertama yang berjumlah 48 karyawan bertugas sebagai pengingat para nasabah untuk membayar tagihan.

Sementara untuk sisanya bertugas sebagai pengingat dan penagih kepada para nasabah yang telat membayar. Mereka menggunakan cara-cara yang melanggar aturan.

Kemudian Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong para korban pinjaman online (pinjol) ilegal tidak enggan melapor pada pihak kepolisian dan mengajukan permohonan pelindungan kepada LPSK. Tentu saja, permohonan perlindungan perlu melengkapi persyaratan yang ditentukan.

"Masyarakat yang menjadi korban pinjol ilegal jangan takut, tetap tenang, catat, dan datakan semua bentuk ancaman yang dialami. Jangan enggan untuk melapor kepada kepolisian. Ajukan permohonan pelindungan ke LPSK dengan melengkapi persyaratan yang ditentukan," kata Wakil Ketua LPSK Achmadi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Antara, Kamis, 27 Januari.

Persyaratan tersebut, kata dia, meliputi identitas pemohon, kronologi kejadian, dan tanda bukti laporan polisi. Imbauan tersebut muncul berdasarkan hasil pendalaman pihaknya terhadap catatan permohonan perlindungan dan konsultasi terkait dengan pinjaman online ilegal yang diterima LPSK sejak Oktober sampai Desember 2021.

Dalam catatan itu, ditemukan 141 permohonan perlindungan dan konsultasi terkait dengan pinjaman online ilegal ke LPSK yang berasal dari 19 provinsi di Indonesia.

Permohonan perlindungan dan konsultasi terbanyak berasal dari Jawa Barat sebanyak 24 permohonan, sebanyak 12 permohonan dari Banten, 9 dari DKI Jakarta, dan sisanya berasal dari daerah lain.

"Dari 141 data yang disampaikan tersebut, sebanyak 108 bersifat konsultasi melalui layanan WhatsApp dan e-mail LPSK. Sisanya, sebanyak 33 merupakan permohonan perlindungan," kata Achmadi.

Ia menyampaikan hasil pendalaman terhadap catatan itu menunjukkan bahwa LPSK menghadapi empat tantangan saat memberikan perlindungan bagi korban pinjaman online ilegal.

Pertama adalah korban tidak melaporkan kepada pihak kepolisian, padahal kasus pinjol ilegal sudah menjadi atensi pemerintah, termasuk kepolisian, dan perlindungan dari LPSK pun dapat diberikan terhadap saksi dan korban dalam proses peradilan pidana.

"Kedua, korban kurang kooperatif. Setelah mengajukan permohonan ke LPSK, sebagian pemohon tidak bisa dihubungi atau tidak merespons petugas LPSK, baik menggunakan sambungan telepon, WhatsApp, e-mail, maupun surat," ujar Achmadi.

Ketiga adalah korban tidak melengkapi persyaratan permohonan perlindungan, padahal syarat tersebut sederhana, seperti yang telah dipaparkannya.

Tantangan yang keempat adalah beberapa pemohon sudah tidak memiliki data pendukung. "Data pendukung berupa informasi terkait ancaman sudah dihapus oleh pemohon karena cemas, kesal, dan telah mengganti perangkat atau nomor ponsel mereka," kata Achmadi.

"Sampaikan keterangan atau informasi yang diminta petugas LPSK, baik melalui telepon, WhatsApp di 085770010048, e-mail di lpsk_ri@lpsk.go.id, aplikasi android, yaitu Permohonan Perlindungan LPSK, maupun surat," kata dia.

Achmadi memandang penanganan dan pemberian perlindungan bagi para korban pinjol ilegal membutuhkan koordinasi dan sinergi di antara pelapor, penyidik, LPSK, serta pihak terkait lainnya(Voi/Ant)

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan