Sampah organik di Karawang yang bersumber dari limbah buah-buahan dan sayuran volumenya semakin menggila di berbagai lokasi di sudut wilayah. Padahal, dibanding sampah plastik, sampah organik beresiko tinggi berkontribusi pada pemanasan global karena kandungan gas metana. Berangkat dari keprihatinan itu, sejumlah penggiat lingkungan menyulap sampah-sampah tersebut dengan beragam cara, ada yang menjadikan Maggot, Pupuk Organik Cair (POC) dan teranyar di sulap menjadi Eco Enzyme (EE) yang ramah lingkungan. 
Bahkan, secara khusus Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang bersama Damkar BPBD, memanfaatkan cairan Eco Enzyme menjadi disinfektan untuk spray masal peringati Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari kemarin.
Lalu, bagaimana proses dibuatnya cairan Eco Enzyme hingga memiliki multifungsi baik disinfektan, penyubur tanah, penjernih udara, cairan pembersih lantai dan penghambat pertumbuhan bakteri di kandang ternak ini ? 
Proses Produksi Eco Enzyme yang di lakukan di Huma Perumahan Indah Permai Pasirjengkol Kecamatan Majalaya

Redaksi pelitakarawang.com menemui Penggiat Eco Enzyme di Huma Eco Enzyme kawasan Perumahan Indah Permai (PIP) Desa Pasir jengkol Kecamatan Majalaya, Anwar Fauzi. Sarjana perikanan yang juga konsultan lingkungan ini menjelaskan, produksi Eco Enzyme ini adalah usaha-usaha sosial, berangkat dari keprihatinannya melihat banyaknya sampah organik dan non organik menumpuk begitu banyak di berbagai sudut wilayah Karawang tanpa termanfaatkan dengan baik. Bukan perkara mudah dan sebentar memang, meracik limbah-limbah buah dan sayuran ini menjadi cairan multifungsi ini, karena butuh waktu 90 hari panen dengan takaran, waktu dan pengolahan hingga maksimal. Namun demikian, pengurangan sampah dengan olahan Eco Enzyme ini disyukurinya mulai terangkat geliatnya di masyarakat, sebab yang organik di jadikan cairannya, yang an organisk seperti galon bekas dan toples bekas bisa dijadikan wadah penampung yang bermanfaat untuk proses pengolahannya.

Proses Produksi Eco Enzyme yang di lakukan di Huma Perumahan Indah Permai Pasirjengkol Kecamatan Majalaya

"Prihatin saja pak melihat sampah organik semakin banyak tanpa termanfaatkan dengan baik, padahal gas metana yang di hasilkan ini berkontribusi pada pemanasan global dibanding sampah-sampah non organik, " Katanya.

Suami dari Siti Komalangingsih, Kasie di bidang peternakan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang ini menambahkan, meracik Eco Enzyme pertama adalah pastikan ketersediaan limbah gula cair aroma kecap, yang ia beli sendiri di pabrik gula luar Karawang, sebab limbah gula cair ini yang akan menjadi makanan mikroba limbah buah-sayuran.
Kemudian soal takaran, sebut Anwar, dalam satu galon 15 liter, maka air yang di butuhkan adalah 60 persen atau 9 liter, air ini di campur limbah gula sekitar 10 persennya atau 9 ons, kemudian bahan limbah organiknya (buah-sayuran) cukup 3 bagian, yaitu 2,7 kilogram. Setelah di pastikan tuntas, maka setiap galon harus di catat tanggal produksinya untuk kemudian di tutup kedap tanpa oksigen dengan tempo waktu 90 hari.

"Jika di buka 3 mingguan, ini jadi pupuk organik cair (POC), tapi untuk Eco enzyme, harus selama 90 hari, kemudian di buang ampasnya atau dimanfaatkan kembali untuk pupuk tanaman hingga clostet WC yang mampet, " Katanya.

Anwar menambahkan, setelah cairan di pisah dari ampasnya, kandungan eco enzyme ini makin banyak, diantara manfaatkan adalah pembersihan udara karena selama proses, ada senyawa dan ion negatif sehingga jika di semprotkan ke udara bereaksi berupa O2 dan menjernihkan udara. Bisa juga untuk penghambat pertumbuhan jamur dan menghambat bakteri karena kandungan asam asetatnya, bahkan jika untuk tanah juga bisa percepat kesuburannya.

"Multiguna sih, Alhamdulillah usaha-usaha sosial kami bisa membawa manfaat, karena produksi kami tidak di perjual belikan. Bahkan sampai 28 Februari ini, ada permintaan kami produksi sebanyak 1.000 liter, " Ungkapnya. (Rd)