Program 1 Juta Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mendapat sambutan baik dari berbagai kalangan. Program tersebut dianggap sebagai upaya peningkatan kesejahteraan guru. Namun dalam pelaksanaannya masih perlu beberapa perbaikan di antaranya masalah akurasi data.(9/4/22)

Foto ilustrasi : Rekutmen PPPK

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menekankan agar pemerintah mengevaluasi yang digunakan ketika melakukan seleksi Guru PPPK. Pemerintah pusat perlu berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah daerah terkait hal apa saja yang menjadi kebutuhan dalam seleksi PPPK, apalagi terkait permasalahan formasi.

 

“Akurasi data itu penting. Apalagi terkait seperti formasi. Misalnya tadi Guru Bahasa Inggris, Guru PAUD, mereka yang sudah lulus berharap mendapatkan formasi itu. Tapi ini tentu nanti akhrinya bergantung dengan pemerintah daerah yang juga harus pro aktif mengajukan formasi yang dimaksud kepada pemerintah pusat,” tutur Hetifah.

 

Ia menyampaikan, Komisi X DPR RI sudah meminta agar di Tahun 2022 ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) betul-betul memastikan bahwa para Guru PPPK yang lulus passing grade, akan mendapatkan formasi sesuai dengan bidangnya. “Ini butuh kerja sama dengan pemerintah daerah, agar formasi yang memang dibutuhkan itu diajukan,” tegasnya. 


Secara terpisah, Andreas Hugo Pareira mengatakan, Panja Seleksi Guru PPPK Komisi X DPR RI sudah seringkali mendengarkan pendapat dan masukan dari para kepala daerah terkait pengangkatan Guru PPPK. Dari masukan tersebut Andreas mengatakan, ada kesalahpahaman atau miskomunikasi antara pemeritah pusat dengan pemerintah daerah dalam penganggaran gaji guru PPPK.

 

“Sebenarnya sudah ada keputusan dari pemerintah atau dari rapat Panja Komisi  X dengan pemerintah, bahwasanya pembiayaan itu ditanggung oleh APBN melalui DAU,” tegasnya.

 

Dengan adanya Dana Alokasi Uumum (DAU) ini, menurut Andreas, pemerintah daerah seharusnya tidak perlu ragu menganggarkan gaji para guru yang lulus seleksi PPPK. “Pemerintah daerah menyampaikan bahwa mereka belum berani menganggarkan karena DAU-nya itu tidak bertambah dari jumlah yang seharusnya mereka bayarkan untuk Guru PPPK. Nah disinilah saya kira perlu diklarifikasi,” terangnya.

 

Ia juga menyoroti kemungkinan kekosongan guru di sekolah swasta karena guru tersebut pindah ke sekolah negeri setelah lulus seleksi PPPK. Hal ini perlu diantisipasi dan perlu dicarikan solusinya. Di satu pihak, sambung Andreas, UU ASN menghendaki para guru yang lulus seleksi PPPK mengajar di sekolah negeri, namun harus diperhatikan juga sekolah swasta yang ditinggalkan.

 

“Saya dengar di beberapa daerah, bahkan beberap kepala daerah sudah mengambil sikap, misalnya biarkan guru-guru tersebut ke sekolah negeri dulu, kemudian baru ditarik lagi ke sekolah swasta. Itu dilakukan di beberapa daerah. Namun karena ini problem nasional, harus ada kebijakan yang sifatnya nasional,” harap Andreas.(es/aha)